Kamis 06 May 2021 11:10 WIB

OJK Ungkap Alasan Modal Pendirian Bank Digital Rp 10 Triliun

Bank dapat beroperasi secara efisien dan menghasilkan laba jika bermodal Rp 10 T.

Rep: Novita Intan/ Red: Friska Yolandha
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sedang menyiapkan Peraturan OJK terkait bank umum yang akan diluncurkan pada semester satu 2021. Otoritas mengatur modal bank umum sebesar Rp 10 triliun untuk pendirian bank baru.
Foto: MUHAMMAD IQBAL/ANTARA
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sedang menyiapkan Peraturan OJK terkait bank umum yang akan diluncurkan pada semester satu 2021. Otoritas mengatur modal bank umum sebesar Rp 10 triliun untuk pendirian bank baru.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sedang menyiapkan Peraturan OJK terkait bank umum yang akan diluncurkan pada semester satu 2021. Otoritas mengatur modal bank umum sebesar Rp 10 triliun untuk pendirian bank baru.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana mengatakan hasil penelitian yang dilakukan otoritas menemukan bank dapat beroperasi secara efisien, menghasilkan laba, serta memberikan kontribusi bagi perekonomian nasional jika modal yang dimiliki sekitar Rp 10 triliun sampai Rp 11 triliun.

Baca Juga

"Jadi, rentang Rp 3 triliun sampai Rp 4 triliun hanya sekadar menghasilkan laba, tetapi dikaitkan kepada kontribusi terhadap perekonomian nasional dan efisiensi itu belum, sehingga di dalam POJK bank umum kita akan kaitkan aturan bahwa jika mau mendirikan bank, termasuk bank digital, itu harus modal utama Rp 10 triliun," ujarnya saat webinar seperti dikutip Kamis (6/5).

Heru menyebut peraturan tersebut akan mengatur beberapa hal. Namun, secara umum modal bank akan diatur menjadi Rp 10 triliun.

“Modal minimum sebesar Rp 10 triliun pendirian bank baru bukan tanpa alasan, modal pendirian bank yang berlaku saat ini sebesar Rp 3 triliun telah berlaku sangat lama,” ucapnya.

Selain mengatur modal pendirian bank, POJK tersebut juga akan mengatur khusus terkait digital banking baik terkait perlindungan data, tata kelola teknologi, manajemen risiko, maupun kolaborasi platform.

"Jadi, luas sekali yang kami atur, sehingga aturan ini mengatur bank umum mengganti POJK sebelumnya, tetapi di dalamnya termasuk aturan untuk bank digital," katanya.

Baca juga : Rupiah Menguat Seiring Tertekannya Imbal Hasil Obligasi AS

Heru menjelaskan selama ini bank-bank telah mengarah ke layanan digital banking. Apalagi masa pandemi mempercepat perubahan perilaku nasabah sehingga mendorong kebutuhan layanan digital.

“Penelitian yang dilakukan OJK menunjukkan bahwa secara statistik sekitar 56 persen bank telah siap melakukan transformasi ke layanan digital banking,” ucapnya.

Menurutnya perbankan juga telah menyiapkan strategi mengarah ke digital. Demikian juga, dari 107 bank umum, sebanyak 54 persen telah memiliki teknologi mengarah ke digital.

"Jadi, bank kita memang akan siap dan cepat. Kalau lihat dari culture mengarah ke digital 47 persen, kemudian operasional 40 persen, dan bagaimana customer akan mengakses sekitar 40 persen,” ucapnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement