REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Karta Raharja Ucu, wartawan Republika
"Kita harus bangga bahwa kita adalah satu bangsa yang konsekuen terus, bukan saja berjiwa kemerdekaan, bukan saja berjiwa antiimperialisme, melainkan juga konsekuen terus berjuang menentang imperialisme. Itulah pula sebabnya kita tidak mau mengakui Israel!”
Kutipan di atas adalah pidato Presiden pertama RI Ir Sukarno dalam pidato perayaan kemerdekaan tahun 1966. Pidato itu menjadi penegas jika Indonesia berada dalam satu barisan dengan rakyat Palestina. Melawan penjajahan, melawan imperialis, melawan Israhell.
Palestina saat ini seperti sebuah pintu gerbang menuju surga. Setiap hari rakyatnya gugur menjadi syuhada akibat serangan brutal dari Zionis Israel. Ironisnya, banyak yang menyebut Palestina sebagai teroris, padahal tanah mereka yang habis dirampas zionis.
Mungkin sudah banyak yang membaca cerita panjang bagaimana Yahudi pertama kali mengemis kepada rakyat Palestina untuk diberikan tempat mengungsi, setelah terancam dihabisi di Eropa.
Pendudukan, saya lebih senang menyebutnya sebagai penjajahan, Israel di tanah Palestina berlangsung sejak Kesultanan Ottoman kalah dalam Perang Dunia I. Tanah Palestina yang sebelumnya dalam perlindungan Sultan Ottoman direbut paksa oleh Inggris pada 1920.
Saat itu, oleh Liga Bangsa-Bangsa (yang dibentuk untuk mencegah konflik serupa terjadi), Inggris diberikan mandat berkuasa di Tanah Palestina hingga rakyatnya dianggap bisa mandiri. Namun, warga Arab-Palestina, yang sudah menempati tanah itu berabad-abad, tersingkir akibat pendudukan Israel. Bukan perlahan-lahan, melainkan perebutan paksa tanah berlangsung sangat cepat.
Mundur tiga tahun sebelum menguasai Tanah Palestina, Inggris lebih dulu mendeklarasikan dukungan politik terhadap gerakan zionisme. Pada Deklarasi Balfour 1917, Kerajaan Inggris mendukung berdirinya "Rumah untuk Bangsa Yahudi". Tempatnya? Palestina menjadi tujuan karena diklaim sebagai tanah leluhur bangsa Yahudi.
Deklarasi Balfour pada 1917 dibentuk Arthur Balfour selaku menteri luar negeri Inggris dan Arthur Rotschild, pemimpin Komunitas Yahudi Inggris dan seorang bankir kaya raya dari Dinasti Rotschild yang menguasai dunia. Rencana pun disusun. Saat itu, Perang Dunia I sedang berlangsung. Perang Dunia I terjadi pada 28 Juli 1914 sampai 11 November 1918.
Ketika Perang Dunia I berlangsung, wilayah Palestina masih dalam naungan Daulah Utsmaniyyah atau Kekaisaran Ottoman. Kekaisaran Ottoman yang berada satu barisan bersama Jerman, kalah. Mereka terpaksa menyerah hingga harus merelakan wilayah yang selama ini dalam perlindungannya menjadi bancakan.
Saat itulah, Arthur Balfour bersama Rotschild yang sudah menyusun rencana untuk membentuk Negara Yahudi di tanah Palestina pada Deklarasi Balfour, langsung memulai rencananya. Pasca-Inggris mendapatkan kuasa penuh di Tanah Palestina, orang Yahudi berbondong-bondong pindah ke Palestina. Gelombang perpindahan orang Yahudi dari Eropa terjadi pada 1929-1939 saat Nazi Jerman mempersekusi orang-orang Yahudi di Eropa.
Setelah orang-orang Yahudi menyesaki wilayah Palestina, pada 1948 Inggris memutuskan angkat kaki. Palestina dilepas, dan kaum Zionis pada 14 Mei 1948 mendeklarasikan berdirinya Negara Israel di Palestina.
Sehari setelah pendeklarasian, tepatnya tanggal 15 Mei 1948, atau 73 tahun lalu, Zionis Israhell melakukan pengusiran terhadap rakyat Palestina. Rakyat Palestina diusir dari tanah leluhurnya dan menjadi pengungsi di negeri sendiri. Peristiwa itu dikenal sebagai Nakba Day ...