Sabtu 22 May 2021 08:40 WIB

Gaza Butuh Dokter Spesialis

Tidak sedikit pasien yang butuh perawatan harus dirujuk ke luar Gaza

Red: A.Syalaby Ichsan
Seorang warga Palestina menerima perawatan di Rumah Sakit Shifa setelah terluka dalam serangan udara Israel yang menghancurkan lantai atas sebuah bangunan komersial dan menyebabkan kerusakan pada Kementerian Kesehatan terdekat dan klinik perawatan kesehatan utama, di Kota Gaza, Senin, 17 Mei 2021.
Foto: AP/Khalil Hamra
Seorang warga Palestina menerima perawatan di Rumah Sakit Shifa setelah terluka dalam serangan udara Israel yang menghancurkan lantai atas sebuah bangunan komersial dan menyebabkan kerusakan pada Kementerian Kesehatan terdekat dan klinik perawatan kesehatan utama, di Kota Gaza, Senin, 17 Mei 2021.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Dokter yang bertugas di Jalur Gaza, Palestina, dr Mueen al Shurafa Sp An menjelaskan, banyak rumah sakit di Gaza yang membutuhkan dokter spesialis usai perang sebelas hari terakhir. Menurut Mueen, dokter-dokter yang dibutuhkan terutama untuk dokter spesialis di bidang orthopedi dan bedah plastik. Dia menjelaskan, banyak korban luka berat di Gaza yang membutuhkan penanganan untuk tulang dan kulit. 

Dokter yang bertugas di RS Kamal Adwan, Beit Lehiya, Jalur Gaza ini menjelaskan, kebanyakan dokter masih menyandang status sebagai dokter umum. Karena itu, penanganan terhadap para pasien pun tidak maksimal. “Dokter sebenarnya banyak di Gaza tapi masih dokter umum. Di rumah sakit kita saja baru dokter anak, dokter obsgin dan anastesi,”jelas dokter yang menyelesaikan Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Universitas Sebelas Maret, Surakarta, Jawa Tengah, pada 2018 lalu kepada Republika.co.id, Jumat (21/5).

Karens itu, dr Mueen menjelaskan, tidak sedikit pasien yang butuh perawatan harus dirujuk ke luar Gaza. Mereka diterbangkan ke beberapa negara seperti Turki, Mesir atau Qatar. Biayanya pun tergolong mahal. “Kalau ada dokter spesialis kan tidak perlu keluar,”kata dr Mueen. 

Dr Mueen mengaku beruntung bisa menyelesaikan studi kedokteran di Indonesia dengan program beasiswa dari Bulan Sabit Merah Indonesia (BSMI). Menurut ayah delapan anak ini,  ilmu dan  ketrampilannya sebagai dokter spesialis anastesi amat membantu rumah sakit di Gaza. Dia pun mendorong komunitas internasional termasuk Indonesia untuk membuka peluang seluas-luasnya bagi dokter-dokter Palestina mendapatkan pendidikan spesialis. “Donasi kesini memang bagus. Tapi dalam beberapa bulan, tahun, itu kan habis. Kalau pendidikan itu yang bisa bertahan lebih lama,”ujar dia. 

Dalam wawancara kepada Republika beberapa waktu lalu, Dirjen Kerja Sama Internasional Kementerian Kesehatan Palestina (Gaza) Dr Ashraf A Abu Mhadi menjelaskan, ada sekitar 2.500 dokter yang bertugas di Gaza. Meski demikian, kebutuhan dokter spesialis menjadi amat besar karena eskalasi konflik yang terus meningkat. Menurut Ashraf, dokter bedah dan orthopedia merupakan bidang yang amat dibutuhkan di Gaza. 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement