REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN), Bima Haria, membeberkan indikator penilaian yang ada dalam tes wawasan kebangsaan (TWK) dalam alih status pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi aparatur sipil negara (ASN). Ada 22 indikator yang termuat dalam tiga aspek utama yang menjadi penilaian dalam tes TWK tersebut.
Menurut Haria, aspek pertama adalah adalah terkait pribadi seseorang. Aspek kedua pengaruh baik, memengaruhi maupun dipengaruhi. Terakhir adalah aspek PUNP yakni Pancasila, UUD 1945, dan seluruh turunan perundang-undangannya.
"Total indikator ada 22, aspek pribadi enam, pengaruh tujuh, dan aspek PUNP ada sembilan," jelas Haria dalam konferensi pers, di Kantor BKN RI, Jakarta Timur, Selasa (25/5).
Namun, Haria menegaskan, untuk aspek terakhir adalah harga mati. Artinya, jika pegawai yang dites tidak lulus di aspek PUNP, maka secara otomatis tidak bisa menjadi ASN. Aspek inilah yang membuat 51 dari 75 pegawai lembaga antirasuah tersebut diberhentikan atau dipecat.
"Bagi mereka yang aspek PUNP bersih walaupun aspek pribadi dan pengaruhnya terindikasi negatif masih bisa dilakukan proses melalui diklat," terang Haria.
Sebelumnya, sebanyak 51 dari 75 Pegawai KPK yang dinyatakan tidak lolos dalam TWK dalam proses alih status Aparatur Sipil Negara (ASN) dipecat. Sedangkan 24 orang pegawai KPK lainnya diberikan kesempatan untuk dites ulang TWK ulang dan pelatihan bela negara.
"Terhadap 24 orang tadi nanti akan mengikuti pendidikan dan pelatihan bela negara dan tes wawasan kebangsaan," tegas Wakil Ketua KPK Alexander Marwata.
Namun sebelum mengikuti tes TWK ulang dan pelatihan bela negara, lanjut Marwata, ke-24 Pegawai KPK tersebut diwajibkan menandatangani kesediaan untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan wawasan kebangsaan dan bela negara. Kemudian jika dalam kesempatan keduanya tidak lolos maka yang bersangkutan tidak bisa diangkat menjadi ASN.
"Kalau yang bersangkutan itu tidak lolos yang bersangkutan tidak bisa diangkat menjadi ASN," kata Marwata.