REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Anggota Komisi Fatwa pada Dar al- Iftaa Mesir, Syekh Dr Ahmad Mamduh, menjelaskan soal bagaimana keadaan umat manusia jika Nabi Adam AS tidak memakan buah khuldi di surga. Dia menjelaskan, Alquran ketika membicarakan manusia, maka Alquran menyampaikannya dengan ragam kuantitas.
Syekh Mamduh mengatakan, terkadang Alquran menyebut manusia dalam bentuk jamak dan terkadang membicarakan manusia secara umum dan secara khusus untuk orang-orang tertentu. Sebagian besar dalam Alquran menggambarkan manusia dengan ciri-ciri negatif. Misalnya, "manusia itu lemah" dan "manusia itu pelit".
Meski begitu, dia menjelaskan, ada makna yang tersimpan di balik sifat tersebut. Manusia diciptakan dari tanah dan di dalamnya terdapat ruh yang luhur. Karenanya, siapa yang mampu menguasainya, maka akan mampu pula mengaturnya.
Jika seseorang tergoda sebuah hasrat dan tidak bisa menjinakkan dirinya sendiri, dia akan turun ke dasar dan menjadi dirinya dengan sifat negatif yang digambarkan dalam Alquran. Karena itu, orang tersebut harus bangkit dari yang rendah dan naik ke tingkat yang lebih tinggi.
"Setiap orang hidup untuk asalnya, karena tubuh ini berasal dari tanah sehingga berada di bawah. Dan, karena ruh itu ada di langit, maka hiduplah untuk yang lebih tinggi," ujarnya menjelaskan.
Lantas mengapa Allah SWT membiarkan Nabi Adam AS memakan buah tersebut? Padahal, itu masa bagi manusia untuk tinggal di surga.
Syekh Mamduh menjelaskan, manusia pasti jatuh ke Bumi dalam keadaan apa pun karena Allah SWT telah menakdirkan turunnya Nabi Adam ke Bumi.
"Nabi Adam bukan orang biasa seperti yang dibicarakan sebagian orang. Dia adalah Nabi pertama, dan bapak umat manusia," tuturnya.
Syekh Mamduh juga menuturkan, hikmah penciptaan manusia itu ada dua. Pertama, adalah untuk menyembah Allah SWT. Jadi, jika seseorang senantiasa beribadah kepada Allah SWT, dia naik tingkat ke jajaran malaikat.
Kedua, manusia diciptakan untuk memakmurkan dunia berdasarkan tuntunan sebagaimana yang diturunkan Allah SWT sehingga manusia bisa hidup dengan nilai-nilai dan peradaban. "Inilah tujuan penciptaan manusia."
Sumber: masrawy