REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Muhammad Yuanda Zara, Dosen Ilmu Sejarah Universitas Negeri Yogyakarta
Sejak awal kelahirannya, Muhammadiyah berorientasi pada lapangan sosial dan keagamaan. Namun, ini tidak menghentikan Muhammadiyah masuk ke dalam radar politik pemerintahan yang berkuasa tidak hanya di masa Indonesia merdeka, tapi juga pada masa Hindia Belanda.
Pengaruh Muhammadiyah, yang awalnya bersifat lokal (Residensi Yogyakarta), dengan cepat meningkat melampaui batasan kota, provinsi bahkan pulau. Minat terhadap Muhammadiyah kian lama kian besar, sebagaimana terlihat pada respons positif masyarakat pada berbagai aktivitas yang mereka selenggarakan maupun lembaga sosial-keagamaan yang mereka dirikan.
Maka, tak mengherankan bila dalam seratus tahun terakhir kita bisa melacak jejak pemerintahan yang berkuasa serta tokoh politik penting di dalamnya pada sejarah Muhammadiyah. Mengingat Muhammadiyah lahir di zaman pra-kemerdekaan, saat Indonesia masih bernama Hindia Belanda dan dikuasai bangsa kulit putih, maka pemerintah kolonial adalah penguasa politik nasional pertama yang bersentuhan dengan Muhammadiyah.
Ini bisa dilihat pada Kongres Muhammadiyah ke XVII pada Februari 1928 yang dipusatkan di Yogyakarta. Kongres pada tahun ini menjadi proklamasi bagi Muhammadiyah untuk memperlihatkan jangkauan pengaruhnya.
Kongres itu dihadiri oleh utusan cabang-cabang Muhammadiyah yang mengindikasikan tentang rentang geografis persebaran Muhammadiyah di Hindia Belanda sekitar satu setengah dekade setelah pendiriannya. Dari ujung barat hadir utusan dari Sigli dan Koetaradja (Banda Aceh).