REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dokter spesialis telinga, hidung, dan tenggorokan (THT) konsultan kepala dan leher di Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI), Niken Lestari P mengingatkan agar tidak menyepelekan mendengkur atau mengorok. Pasalnya aktivitas tersebut bisa berdampak buruk bagi kesehatan, salah satunya memunculkan masalah pada kardiovaskular.
Tak hanya itu, mendengkur juga bisa berdampak pada masalah pernapasan (mudah terserang selesma), masalah serebrovaskular (strok), gangguan kualitas hidup (adanya risiko jatuh, kecelakaan), serta masalah kognitif (gangguan konsentrasi dan daya ingat).
Kualitas dan kuantitas tidur pun bisa terganggu akibat mendengkur. Akibatnya, mereka yang mendengkur dapat mengalami gangguan pada fungsi dan aktivitasnya sehari-hari.
"Oleh karena itu langkah awal yang penting untuk dilakukan adalah mengetahui apa yang menyebabkan gangguan tidur tersebut," kata Niken dalam siaran pers RSUI, Kamis (10/6).
Seseorang yang mendengkur biasanya disebabkan oleh dua faktor yakni adanya kelainan di otak dan adanya gangguan saluran napas atas (penyempitan hidung-tenggorok). Gangguan saluran napas dapat terjadi akibat adanya perubahan struktur (cuping hidung jatuh, tenggorok makin panjang), serta adanya perubahan fungsi otot tenggorok yang melemah.
Penjelasan ini sekaligus menampik mitos yang beredar di masyarakat mengenai mendengkur, antara lain sebagai tanda tidurnya nyenyak atau karena kondisi tubuh yang sedang lelah. Niken menyarankan, mereka yang mendengkur segera memeriksakan diri ke dokter untuk mengetahui penyebabnya dan mendapatkan penanganan dini agar tidak terlanjur berdampak pada kesehatan.
"Jika gangguan tersebut dapat dideteksi sejak dini, maka dapat diberikan penanganan yang sesuai sehingga dampak-dampak tersebut dapat dicegah," kata dia.
Di sisi lain, seperti dikutip dari laman Mayo Clinic, perubahan gaya hidup seperti menurunkan berat badan dan menghindari minuman beralkohol menjelang waktu tidur dapat membantu menghentikan dengkuran.