REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA---Dokter spesialis saraf dari Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr Sardjito Yogyakarta, dr Astuti, mengingatkan masyarakat mewaspadai kebiasaan mendengkur karena salah satu tanda Obstructive Sleep Apnea (OSA), yaitu gangguan tidur berupa pernapasan seseorang terhenti beberapa saat.
"Mendengkur berlebihan bisa sebabkan OSA, jangan sampai diremehkan, karena dapat berbahaya kalau terjadi OSA lebih dari 10 detik," kata dia dalam siniar tentang gangguan tidur yang diikuti secara daring di Jakarta.
Ia menyebutkan OSA selama lebih dari 10 detik dapat menyebabkan kematian. Dia menyebutkan OSA umumnya dialami oleh pasien dengan masalah obesitas, strok, jantung, serta hipertensi. "Pada prinsipnya, dengkuran terjadi karena adanya gangguan pada saluran pernapasan," ujarnya.
Astuti mengimbau masyarakat segera memeriksakan diri atau keluarganya ke dokter, jika sering mendengkur saat tidur, terutama jika dengkuran yang ditimbulkan cukup keras.
Di berbagai rumah sakit yang memiliki klinik pengobatan masalah tidur, menurut dia, umumnya terdiri atas berbagai dokter spesialis lintas disiplin, sehingga dapat mendeteksi sumber masalah yang mengakibatkan dengkuran.
Dia menjelaskan pengobatan akan dimulai dari asesmen yang berupa wawancara, untuk mengetahui keluhan, hingga melakukan rekam tidur selama semalam menggunakan alat polisomnografi untuk mengetahui proses tubuh saat tidur.
"Dengan itu akan terlihat pola pernapasan dada dan perut, gerak tubuh, seperti kaki, otot, gelombang otak berat dan ringan, hingga OSA itu sendiri," ujarnya.
Selanjutnya, kata dia, juga dapat diketahui saturasi oksigen, detak jantung, serta seberapa parah seorang pasien mengalami OSA. Jika terdapat gangguan OSA yang cukup parah, ujarnya, pasien akan dibantu pernapasan saat tidur dengan menggunakan alat continuous positive airway pressure (CPAP).
"Jangan mendiagnosis sendiri, tugas masyarakat adalah melakukan deteksi dini dan membawa pasien kepada spesialis saraf, atau rumah sakit yang terdapat sleep clinic untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut," kata dr Astuti.