REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Rasulullah SAW wafat pada 8 Juni 632 Masehi. Lantas, bagaimana umat Islam saat itu menerima peristiwa besar ini dan bagaimana para sahabat menunjukkan kedukaannya?
Dalam hadits Anas bin Malik, dia berkata, "Ketika hari di mana Rasulullah SAW memasuki Kota Madinah, semuanya terang-benderang. Sedangkan pada hari di mana beliau wafat, semua gelap gulita. Kami tidak menyalami tangan Rasulullah SAW, dan kami akan memakamkannya meski hati kami menyangkal semua yang terjadi ini."
Ibnu Hajar Al Asqalani dalam kitabnya, Fath Al-Baari, menyebutkan, Anas bin Malik ingin menyampaikan bahwa ada perasaan yang berbeda saat Rasulullah SAW wafat, karena telah berhenti pula pendidikan dan teladan yang diberikan oleh Rasulullah kepada para sahabat.
Tangisan dan kesedihan juga menyelimuti pengasuh yang juga sosok yang berada di lingkungan keluarga Nabi Muhammad SAW, Umm Ayman. Saat itu Abu Bakar dan Umar bin Khattab mendatanginya setelah Rasulullah wafat.
Ketika ditemui dua sahabat Nabi itu, Umm Ayman menangis. Lalu mereka bertanya soal apa yang membuat Umm Ayman menangis, karena, bagaimanapun, apa yang telah ditetapkan Allah SWT adalah yang terbaik untuk Rasulullah SAW.
Lalu Umm Ayman berkata, "Saya tidak tahu apa yang Allah SWT miliki itu memang yang terbaik untuk Rasul-Nya. Tetapi saya menangis karena wahyu telah terputus dari Surga."
Perkataan Umm Ayman ini telah membuat Abu Bakar dan Umar turut menangis, sehingga, mereka pun menangis bersama Umm Ayman.
Sumber: youm7