REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Ketua Komisi X DPR, Syaiful Huda, mendukung langkah pemerintah yang akan segera menggelar pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas dalam pada Juli mendatang. Namun dia menjelaskan, orang tua siswa memiliki hak untuk tidak memberangkatkan anaknya ke sekolah.
"Di dalam SKB ditegaskan, orang tua siswa punya hak otoritatif menentukan apakah anaknya tetap melaksanakan pembelajaran jarak jauh (PJJ) atau ikut PTM. Jadi perdebatan publik ini sebenarnya bisa dituntaskan," ujar Huda di Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (10/6).
Dia mengatakan, adaptasi baru untuk pendidikan perlu segera dilakukan di tengah pandemi Covid-19. Pasalnya, tak dapat dimungkiri adanya learning loss atau pembelajaran yang tak dapat ditangkap dengan baik oleh siswa.
"Mengapa learning loss terjadi, karena PJJ hanya efektif rata-rata 30 sampai 35 persen. Padahal sudah diintervensi pulsanya, sudah dilakukan adaptasi kurikulum, dan seterusnya-seterusnya," ujar Huda.
Di sejumlah daerah, tak digelarnya PTM juga menyebabkan terjadinya dekadensi moral. Beberapa di antaranya terjadi pernikahan dini dan banyak anak-anak yang justru tak melanjutkan pendidikan.
"PJJ bareng sama temannya di satu rumah, orang tuanya tidak ada, lalu terjadi perilaku menyimpang dari anak-anak didik kita. Inilah yang berusaha dihindari," ujar Huda.
Di samping itu, dia menegaskan bahwa sekolah yang boleh melakukan PTM harus memenuhi dua syarat. Pertama adalah guru dan tenaga pendidik harus sudah divaksin Covid-19.
Kedua adalah kesiapan sekolah dalam penerapan protokol kesehatan saat PTM di tengah pandemi. "Sudah dibikin simulasi supaya siswa sejak dari rumah datang ke sekolah sudah tahu, ketika datang pakai masker, apakah boleh makan di kantin atau seterusnya. Karena ini adaptasi kebiasaan baru," ujar Huda.
Sebelumnya, Menteri Kesehatan (Menkes), Budi Gunadi Sadikin, mengatakan pelaksanaan pembelajaran tatap muka (PTM) pada Juli 2021 nanti akan dilakukan secara terbatas. Penyelenggaraan sekolah tatap muka hanya boleh dihadiri maksimal 25 persen murid.
Selain itu, pembelajaran tatap muka ini juga diselenggarakan maksimal dua hari dalam sepekan dengan proses pembelajaran maksimal dua jam tiap harinya. Budi mengatakan, opsi untuk menghadirkan anak-anak ke sekolah ini pun ditentukan oleh masing-masing orang tua.
“Jadi dipastikan oleh beliau (Presiden Jokowi) bahwa pendidikannya dilakukan dengan metode tatap muka yang terbatas. Terbatasnya, maksimal adalah 25 persen dari jumlah murid yang boleh hadir, maksimal sepekan hanya boleh dua kali, dan maksimal sekali datang hanya boleh dua jam,” kata Menkes Budi saat konferensi pers seusai rapat terbatas di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (7/6).