REPUBLIKA.CO.ID, PALEMBANG -- Pemerintah Kota Palembang geram dengan perilaku beberapa oknum pengelola restoran dan kafe yang mengakali alat pencatat pajak elektronik (e-tax) sejak dipasang selama dua tahun terakhir.
Kepala Badan Pengelola Pajak Daerah (BPPD) Kota Palembang Sulaiman Amin mengatakan pengelola restoran dan kafe ada yang tidak memasukan item belanja take away (bungkus) sehingga pajaknya tidak masuk ke kas daerah.
"Makan di tempat atau bungkus wajib dicatat ke e-tax," ujar Sulaiman, Jumat (11/6).
Ia mengakui jika gawai tablet sebagai alat e-tax di restoran, kafe, hotel dan tempat hiburan, penggunanya dilakukan secara manual sehingga pengelola punya celah mengakali penginputan item belanja.
Oleh karena itu, pihaknya akan mengganti beberapa alat e-tax dengan mesin TMD yang menggunakan sistem otomatis mencatat nilai pajak seluruh item belanja, sehingga pengelola tidak bisa mengakalinya. "Saat ini kami siapkan dulu 10 unit mesin TMD," kata dia.
Selain itu BPPD Palembang juga akan menurunkan tim ke tempat-tempat usaha yang telah terpasang e-tax untuk memantau penggunaan e-tax selama 10 hari, jika pengelola terbukti melanggar maka langsung disanksi penyegelan hingga pidana.
Penggunaan e-tax untuk meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) memang masih memiliki berbagai kendala, salah satunya penolakan dari tempat-tempat usaha yang dinilai potensial.
Tempat usaha potensial mencapai 4.000 titik, namun yang baru terpasang e-tax baru 540 unit, pihaknya menargetkan akhir 2021 total e-tax terpasang dapat mencapai 600 unit.
BPPD Palembang pada 2021 menargetkan perolehan PAD dari pajak restoran sebesar Rp 168 miliar, pajak hotel Rp 92 miliar dan pajak tempat hiburan Rp 49 miliar.