REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Allah Ta'ala berfirman, "Dan dirikanlah sholat untuk mengingat Ku." (QS. Thaha [20]: 14). Makna lahir perintah adalah kewajiban dan lalai adalah lawan dari ingat.
Karena itu, barangsiapa lalai dalam sholatnya, bagaimana mungkin ia telah mendirikan sholat untuk mengingat Allah Ta'ala? Allah SWT berfirman, "Dan janganlah kamu termasuk dalam golongan orang-orang lalai." (QS. Al-A'raf [7]: 205).
Allah Ta'ala berfirman, "Sungguh beruntunglah orang-orang mukmin, [yaitu) orang-orang yang berkhusyuk dalam sholat mereka." (QS. Al-Mu'minun [23]: 1-2). Allah menjadikan awal martabat keberuntungan adalah khusyuk dalam sholat, untuk memberitahu bahwa barangsiapa kehilangan kekhusyukan dalam sholat, ia jauh dari kemenangan dan kesuksesan yang merupakan makna keberuntungan.
Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya sholat adalah penetapan hati, perendahan hati, dan perendahan jiwa, serta engkau meletakkan kedua tanganmu seraya berkata, "Ya Allah, ya Allah.' Barangsiapa tidak berbuat demikian, ia adalah orang yang berkekurangan."
Diriwayatkan pula bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Barangsiapa sholatnya tidak mencegahnya dari perbuatan keji dan mungkar, ia tidaklah bertambah dari Allah melainkan jauhnya." Dihikayatkan dari Muslim bin Yasar bahwa ia melakukan sholat di sebuah masjid kota Basrah, lalu runtuhlah dinding masjid. Orang-orang di pasar pun sampai terkejut akibat gemuruh runtuhnya dinding masjid itu, tetapi ia sendiri tidak menoleh sedikit pun.
Manakala orang orang memberinya ucapan suka cita atas keselamatan dirinya, ia terheran-heran dan berkata, "Aku tidak merasakannya." Ibn 'Abbas ra. mengatakan, "Dua rakaat dalam tafakur lebih baik daripada sholat semalam suntuk dalam keadaan hati lalai."