REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Di Indonesia, telah terdapat sejumlah merek otomotif yang menanamkan investasi untuk menempatkan fasilitas produksi. Hal itu dilakukan demi dapat memenuhi kebutuhan kendaraan di Indonesia dan memasok ke negara-negara tetangga.
Namun, saat ini, seluruh fasilitas pro duksi itu belum mampu dimanfaatkan secara optimal. Ini tentu menjadi tantangan. Perlu beragam upaya agar utilisasi fasilitas produksi itu mampu mencapai level yang optimal sehingga investor tetap memilih Indonesia sebagai salah satu basis produksi.
Ketua I Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Jongkie D Sugiarto mengatakan, total kapasitas produksi industri otomotif di Indonesia saat ini berada pada kisaran 2,4 juta unit per tahun. "Tapi utilisasinya masih berada pada level sekitar satu juta unit," kata Jongkie dalam sebuah webinar, pekan lalu.
Apalagi, utilitasi itu juga mengalami tekanan signifikan karena efek pandemi Covid-19 yang membuat pasar domestik dan global melemah. Selain terus mendorong pasar dalam negeri, dia juga berharap optimalisasi kapasitas pro duksi dapat dicapai dengan mendongkrak transaksi ekspor.
Hal ini mengingat pasar ekspor masih memiliki peluang besar yang dapat digarap dengan baik. Untuk urusan produksi, kata dia, Indonesia perlu belajar dari Thailand. Hingga saat ini, Negeri Gajah Putih itu telah berhasil mencatat utilisasi fasilitas produksi pada level dua juta unit per tahun.
"Padahal, pasar domestik Thailand juga berada pada level satu juta unit. Sisanya, negara tersebut melakukan produksi untuk memenuhi kebutuhan di negara lain," ungkap dia.
Rumus kesuksesan Thailand, kata Jongkie, yaitu mampu mengakomodasi selera pasar di sejumlah negara yang memang sangat berminat terhadap mobil sedan dan sport utility vehicle (SUV). Ini berbeda dengan Indonesia yang selama ini lebih mengutamakan produksi mobil multipur pose vehicle (MPV). Makanya, kebutuhan negara tetangga akan produk sedan dan SUV menjadi tak dapat terakomodasi dengan baik.
Oleh karena itu, dia berharap, industri otomotif di Indonesia dapat melakukan diversifikasi produksi. Sehingga, fasilitas produksi yang sudah ada mampu meme nuhi kebutuhan pasar domestik dan global secara optimal.
Di satu sisi, dia juga menyarankan agar Indonesia melakukan sejumlah langkah antisipasi terhadap sejumlah non-tariff barrier yang diterapkan beberapa negara. Ini mengingat terdapat sejumlah hal, seperti regulasi emisi dan safeguard di be berapa negara yang berpotensi membuat produk Indonesia tak mampu diekspor ke negara tersebut. "Ini adalah wake up call untuk kita semua sehingga hal itu dapat diantisipasi," ujarnya.