REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rumah tangga Rasulullah SAW merupakan pendidikan yang hakiki. Dii dalamnya terkumpul semua elemen pembelajaran hidup yang dibutuhkan oleh umat manusia, termasuk bagaimana Nabi mencontohkan tentang penyediaan kebutuhan makan bagi keluarganya.
Abdul Fattah As-Samman dalam buku Harta Nabi menjelaskan Nabi SAW tidak pernah meninggalkan keluarga beliau menjadi beban bagi orang lain. Di sisi lain, rumah Nabi merupakan tempat yang nikmat dan teduh bagi orang-orang kelaparan, orang-orang terlantar, dan kaum miskin papa.
Bahkan istri-istri Nabi mempunyai peran besar dalam menyediakan makanan bagi orang-orang kelaparan, terlantar, dan kaum miskin papa. Nabi juga mengatur pekerjaan dan menyeleksi indikasi-indikasinya.
Adapun dalilnya sebagaimana yang disampaikan Sayyidina Umar: “Sesungguhnya Nabi menjual kurma Bani An-Nadhir dan menyimpan makanan untuk persediaan selama setahun bagi keluarga beliau,”.
Dijelaskan dalam hadits tersebut terdapat tiga kondisi. Pertama, Nabi memiliki fai (harta rampasan perang) dari tanah Bani Nadhir sehingga beliau tidak menginfakkan semua harta beliau. Kedua, Nabi menekuni perdagangan dengan membeli dan menjual barang. Artinya, pekerjaan Nabi senantiasa berdagang dengan tujuan meneruskan pekerjaan dan beramal.
Ketiga, Nabi melakukan beberapa persiapan menyikapi perkembangan situasi dan keadaan. Sehingga beliau menyimpan makanan untuk persediaan selama setahun bagi keluarga beliau.
Hal ini merupakan isyarat sangat penting, sebab rezeki tidak tersedia setiap hari maka memenuhi kebutuhan untuk esok hari harus diantisipasi. Bahkan terkadang Nabi menyimpan makanan pokok untuk persediaan lebih dari satu tahun, seandainya makanan yang disimpan tidak rusak. Sebab sarana untuk menyimpan makanan supaya mampu bertahan lama pada masa itu belum ada.