REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Tepat pada Selasa (22/6) adalah hari ulang tahun HUT ke-494 DKI Jakarta. Ibu kota Indonesia ini sudah lama melewati berbagai perkembangan zaman, salah satunya pergantian nama.
Diketahui dalam sejarah, nama Jakarta sempat diganti menjadi beberapa nama. Mulai dari Sunda Kalapa hingga Jakarta. Namun, salah satu pergantian nama tersebut menuai kontroversi, termasuk waktu hari kelahiran kota Jakarta.
Penulis Buku Jakarta: History of a Misunderstood City, Herald van Der Linde mengatakan tidak ada rekaman jejak yang seratus persen jelas terkait hari kelahiran kota Jakarta. Dia menceritakan Fatahilah yang berasal dari Aceh bekerja untuk Raja di Cirebon. Sebelumnya, dia menuntut ilmu di Makkah.
“Waktu dia pulang ke Aceh, Aceh lagi di bawah kekuasaan Portugal sehingga ia meneruskan perjalannya ke Cirebon. Dia hidup di Cirebon dan jadi semacam komandan,” kata Herald kepada Republika.co.id, Selasa (22/6).
Kala itu, Cirebon sedang menyerang Banten. Setelah penyerangannya menang, ia dan pasukannya kembali menuju Cirebon. Saat di perjalanan, Fatahilah melewati Sunda Kelapa. Kelapa adalah sebuah pelabuhan yang pesat.
Kemudian Fatahilah merebut Sunda Kelapa dan mengganti namanya menjadi Jayakarta. Namun, untuk tanggal persisnya, kapan itu berlangsung dan kapan diganti namanya, tidak jelas.
Menurut Herald, pergantian nama itu benar karena setelah itu, orang Belanda sering menyebutnya sebagai Jakatra, bukan Jakarta. Setelah Jayakarta berhasil direbut oleh VOC, Belanda mengganti namanya menjadi Batavia. “Saya tidak tahu persis. Orang katakan ini dan itu, tapi tidak jelas. Sumber itu kita sebut secondary sources,” ujar dia.
Terkait pergantian nama menjadi Jayakarta yang terinspirasi dari ayat pertama surat Al Fath yang sesuai dengan arti Fathan Mubina, Herald mengatakan itu bisa saja terjadi. Sebab, Fatahilah diketahui sekolah di Makkah. “Yang jelas, mengapa dia pilih nama itu, kita tidak tahu. Disebut tanggal 22 Juni sebagai HUT Jakarta, kita tidak tahu,” tambah dia.
Selain Herald, sejarawan lain yakni Adolf Heyken SJ menyebut hari jadi Jakarta hanya sebuah dongeng. Sebab katanya, tidak ada dokumen yang menyebutkan nama Jayakarta. Bahkan 50 tahun sesudahnya saat VOC berkuasa, tetap disebut Sunda Kalapa.
”Fatahillah orang Arab, jelaslah tidak mungkin apabila orang Arab memberi nama sesuatu dengan bahasa sansekerta dan Jayakarta adalah nama sanksekerta. Jadi itu semua dongeng supaya Jakarta memiliki hari ulang tahun.”
Meski begitu, Heyken mengatakan tidak anti dongeng. "Yang penting kita harus jujur dongeng adalah dongeng dan dongeng berbeda dengan sejarah.” (Majalah Figur).