REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tingkat kematian anak terpapar Covid-19 di Indonesia yakni 3 sampai 5 persen dan termasuk tertinggi di dunia. Terkait hal ini, Pakar epidemiologi dari Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Airlangga (Unair), Laura Navika Yamani menilai, perlu dilihat tingkat kesehatan anak Indonesia secara umum.
Secara global, tingkat keparahan Covid-19 pada anak rendah karena mereka bisa membentuk imunitas tubuhnya. Imunitas tubuh, kata Laura, dipengaruhi kondisi kesehatan seseorang. Menurutnya, perlu dibuka informasi secara transparan apakah kematian anak terpapar Covid-19 disebabkan komorbid atau virus itu sendiri.
"Kalau menurut saya, memang harus diinformasikan secara transparan. Kasus Covid-19 pada anak itu apakah hanya murni karena infeksi Covid-19 ataukah sama halnya dengan kelompok lansia yang ada komorbid. Ini harus diungkap, harus disampaikan apakah ada korelasi dengan penyakit lain atau dengan kondisi kesehatan yang lain," kata Laura, dihubungi Republika, Ahad (27/6).
Saat ini, kasus stunting di Indonesia masih tinggi yakni sekitar 27 persen pada tahun 2020. Anak stunting berkaitan dengan nutrisi yang kurang. Laura mengatakan, jika anak kekurangan nutrisi maka infeksi Covid-19 juga akan berisiko lebih besar. Akhirnya tingkat keparahan dari infeksi Covid-19 menjadi lebih besar jika dibandingkan dengan kelompok anak negara lain.
Ia menambahkan, dalam kehidupan sehari-hari perlu dilihat aktivitas anak selama tidak pergi ke sekolah. Selama pandemi, hampir semua sekolah di Indonesia ditutup dan dilakukan pembelajaran daring. Terkait hal ini, perlu dilihat apakah selama pandemi anak hanya diam di rumah atau banyak pergi keluar.
"Kalau kita lihat riilnya di lapangan, itu kan sebetulnya anak-anak ini beraktivitas di luar rumah. Misalkan masih bertemu dengan temannya. Ini kan ada risiko terinfeksi. Ataupun anak-anak ini bisa terinfeksi dari orang tuanya, dari keluarganya yang mobile," kata dia lagi.