REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Bank Dunia berjanji untuk meningkatkan pendanaan yang tersedia untuk pembelian dan penyebaran vaksin Covid-19 menjadi 20 miliar dolar AS dari target sebelumnya 12 miliar dolar AS, Rabu (30/6). Terjadi peningkatan tajam dalam keseluruhan permintaan pembiayaan dari negara-negara berkembang.
Keputusan meningkatkan pendanaan untuk vaksinasi mencerminkan kekhawatiran yang berkembang tentang tingkat vaksinasi yang sangat berbeda antara ekonomi maju dan negara berkembang. Direktur pelaksana bank untuk operasi Bank Dunia, Axel van Trotsenbur, mengatakan lembaga itu telah melihat peningkatan tajam dalam keseluruhan permintaan pembiayaan dari negara-negara berkembang selama pandemi.
Trotsenbur mengatakan Bank Dunia untuk Rekonstruksi dan Pembangunan Internasional dan Asosiasi Pembangunan Internasional telah membuat komitmen pinjaman hampir 100 miliar dolar AS sejak awal krisis, jauh di atas tingkat normal hanya di bawah 60 miliar dolar AS. Permintaan pembiayaan yang tinggi diperkirakan akan terus berlanjut hingga 2022.
Menurut Trotsenbur, banyak negara berpenghasilan menengah di Amerika Latin telah meminta pembiayaan dari bank. Total lebih dari satu miliar dolar AS telah diterima dalam enam pekan terakhir saja.
Paket pembiayaan vaksin Bank Dunia dapat digunakan oleh negara-negara untuk membeli dosis vaksin melalui COVAX, Tim Tugas Akuisisi Vaksin Afrika (AVATT) yang baru, atau sumber lainnya. Presiden Bank Dunia David Malpass mengatakan lembaga itu menyediakan lebih dari empat miliar dolar AS kepada 51 negara berkembang untuk pembelian dan penyebaran vaksin Covid-19.
Jumlah itu akan segera bertambah miliaran untuk 25 negara lagi. "Lebih banyak lagi akan menyusul dalam beberapa pekan mendatang," katanya.
Malpass mencatat total 41 permintaan telah diterima dari negara-negara Afrika. Dalam pernyataan bersama, Bank Dunia, Dana Moneter Internasional, dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendesak negara-negara G20 untuk merangkul target populasi yang divaksinasi setidaknya 40 persen pada akhir 2021 dan 60 persen pada paruh pertama 2022.
Pernyataan bersama itu juga mendesak ekonomi utama G20, yang para pemimpin keuangannya bertemu pekan depan di Italia, untuk mengadopsi tujuan berbagi setidaknya satu miliar dosis vaksin dengan negara-negara berkembang tahun ini. Mereka juga diminta meningkatkan pembiayaan dan menghilangkan hambatan perdagangan dalam rantai pasokan vaksin.
Malpass juga menggandakan seruannya untuk negara-negara dengan dosis surplus untuk melepaskannya. Jika ada opsi lain yang memungkinkan, dia meminta negara dengan kelebihan pasokan vaksin Covid-19 lebih banyak menyalurkan agar digunakan oleh negara-negara berkembang dengan rencana distribusi yang memadai.
Bank Dunia juga terus mendesak transparansi yang lebih besar oleh pemerintah dan perusahaan farmasi tentang kontrak, opsi, dan kesepakatan vaksin. "Kami sedang berperang dengan vaksin," kata Malpass.
Malpass menyebut pasokan yang ketat dan permintaan yang tinggi membuat informasi yang cukup harus dimiliki demi menjaga produksi tetap mengalir. "Covid tidak akan hilang dengan cepat. Ini akan menjadi perang jangka panjang," katanya.