REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlahwarga Jakarta Utara mengaku mulai kesulitan menemukan toko alat kesehatan yang menjualtabung gas oksigen baru. Adi Setiawan, salah satu warga Jakarta Utara mengaku kesulitan menemukan tabung alat bantu pernapasan bagi anggota keluarganya yang terpapar Covid-19.
Adi mengaku sudah berkeliling di sekitar Koja, tapi akhirnya baru ketemu dua toko isi ulang oksigen. Salah satunya toko alat kesehatan di Jalan Plumpang Semper, Koja, Jakarta Utara, milik Arios Aritonang (59).
"Sangat susah (mencari toko yang menjual tabung oksigen). Ini sudah keliling, ketemu dua lapak," kata Adi saat ditemui wartawan, Jumat (2/7).
Warga lainnya mengaku salah satu anggota keluarganya mengalami gejala sesak napas. Hal itulah yang mendesaknya untuk segera mencari tabung oksigen tersebut. "Cari buat keluarga, ada yang sesak napas," katanya.
Kasus positif Covid-19 di Ibu Kota yang sangat tinggi membuat peminat tabung oksigen sebagai alat bantu pernapasan meningkat tajam. Toko yang melayani isi ulang tabung oksigen pun sudah tidak lagi yang bisa memenuhi permintaan tabung oksigen baru dari warga.
Menurut Aritonang, pemilik salah satu toko tabung oksigen, stok tabung baru sudah habis sejak dua pekan lalu. Kini tokonya hanya melayani jasa isi ulang gas. Itu pun sudah mulai sulit karena angka permintaan melonjak drastis hingga sepuluh kali lipat dari biasanya.
Kalau situasi normal, kata Aritonang, permintaan oksigen hanya sekitar 10 meter kubik (m3) kini bisa lebih dari 100 m3. "Tadinya 10 (meter) kubik, sekarang 100 kubik sehari, bahkan lebih," kata Aritonang.
Bahkan, pembeli yang mengunjungi toko Aritonang tersebut bisa datang dari berbagai daerah di luar Jakarta. "Pembelinya ada juga dari Bogor, Tangerang, Bekasi, juga ada yang telepon kami, banyak dari luar daerah. Mereka kehabisan (oksigen), mencari ke sini," ujar Aritonang.
Ia merasa cukup prihatin dengan kondisi pandemi di Indonesia. Ia tidak menaikkan tarif isi ulang tabung oksigen yang berkisar antara Rp 30.000 sampai Rp 50.000 itu.
Ia menilai, permintaan oksigen yang begitu banyak berarti kondisi kesehatan masyarakat di tengah serangan Covid-19 ini tidak sedang baik-baik saja. "Ya tetap saja kita prihatin karena memang banyak yang membutuhkan, apalagi kalau mereka bukan orang yang berada," kata Aritonang.