Rabu 07 Jul 2021 00:07 WIB

Anies: Perkantoran Non Esensial yang Bandel Bisa Dipidana

Anies menemukan beberapa perusahaan non esensial dan kritikal yang melanggar aturan.

Rep: Flori Sidebang/ Red: Andi Nur Aminah
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan
Foto: Dok Laznas BMM
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan menegaskan, perusahaan non esensial dan kritikal yang melanggar aturan selama masa PPKM Darurat dapat dikenakan sanksi pidana sesuai dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular. Hal ini ia sampaikan usai melakukan sidak ke beberapa perusahaan di Gedung Sahid Sudirman Centre, Jakarta Pusat, Selasa (6/7).

Dalam inspeksi bersama jajarannya itu, Anies masih menemukan beberapa perusahaan non esensial dan kritikal yang melanggar aturan. Sebab, perusahaan itu tidak menerapkan sistem bekerja dari rumah atau work from home (WFH) 100 persen. 

Baca Juga

"Tadi langsung kantornya suruh tutup semua karyawan harus pulang, langsung diproses hukum, termasuk dari kepolisian akan memproses secara pidana, karena mereka melanggar Undang-Undang Wabah," kata Anies dalam sebuah video yang diunggah di akun Instagram @aniesbaswedan. 

Anies pun menjelaskan, pemberian sanksi berupa hukuman pidana bukan bertujuan untuk memuaskan perasaan pihak lain. Namun, dia menyebut, hukuman yang diberikan untuk menegakkan aturan. 

"Jadi bukan untuk menghukum sepuas-puasnya, tetapi menghukum sesuai dengan ketentuan perundangan. Ini adalah negara hukum, ini adalah negara diatur dengan tata aturan hukum. Karena itu, ketika memberikan sanksi, bukan untuk memuaskan hati, tetapi sanksi untuk menegakan aturan," jelas dia.

Oleh karena itu, Anies pun meminta kepada seluruh pihak, terutama pemilik perusahaan untuk mengambil sikap bertanggungjawab dengan menaati aturan yang telah ditetapkan pemerintah. Sehingga dapat turut terlibat dalam mencegah penularan virus corona. 

"Jadi saya minta kepada semua, mari ambil sikap tanggung jawab. Ini bukan sekadar peraturan, bukan sekadar pasal. Ini adalah soal melindungi sesama, melindungi saudara-saudara kita, melindungi anak buah kita," tegasnya.

"Buat para orang tua, buat anak-anak tanyakan kepada ayah, kepada ibu apakah (bekerja di) sektor esensial atau kritikal. Buat kakek nenek, tanyakan kepada anak-anaknya, ini pada pergi kerja, sektor esensial, kritikal atau tidak. Kalau tidak, ambil sikap tanggung jawab. Bila ada anda menemukan tempat anda bekerja bukan sektor esensial, bukan sektor kritikal, laporkan," imbuhnya. 

Sebelumnya, Anies juga telah meminta kepada para karyawan perusahaan di sektor non esensial untuk melapor jika tetap dipaksa bekerja dari kantor selama masa penerapan PPKM Darurat. Anies menyebut, laporan itu dapat disampaikan melalui aplikasi JAKI dan setelah itu pihaknya akan segera menindak perusahaan yang melanggar aturan. 

"Bagi karyawan yang bekerja di sektor non esensial dan perusahaannya memaksa untuk bekerja, laporkan lewat JAKI. Anda laporkan di situ. Biar nanti tim kita bertindak," kata Anies di Balai Kota Jakarta, Senin (5/7).

Anies meminta kepada seluruh pihak, termasuk pimpinan perusahaan untuk menaati keputusan pemerintah dalam menerapkan WFH 100 persen bagi sektor non esensial selama masa PPKM Darurat hingga 20 Juli 2021 mendatang. Ia menjelaskan, hal ini dilakukan bukan semata untuk mengosongkan Jakarta maupun membuat lalu lintas menjadi lengang, tetapi demi menyelamatkan masyarakat dari bahaya penularan Covid-19.

"Pemerintah telah menetapkan hanya sektor esensial dan sektor kritikal yang bisa berkegiatan di masa PPKM Darurat. Ini bukan membatasi untuk mengosongkan Kota Jakarta, untuk membuat lalu lintas menjadi lengang. Ini untuk menyelamatkan. Ini gerakan penyelamatan warga," jelas dia.

"Jadi mari kita ikut menjadi bagian dari penyelamatan. Kasian para karyawan kalau pimpinan perusahaannya terus memaksakan mereka harus masuk, padahal bukan sektor esensial," tambahnya.

 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement