Vaksin Dosis Ketiga Sebaiknya Mengacu Hasil Riset

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Yusuf Assidiq

Sejumlah tenaga kesehatan menjalani vaksinasi.
Sejumlah tenaga kesehatan menjalani vaksinasi. | Foto: Republika/Putra M. Akbar

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Pemerintah berencana memberi vaksin dosis ketiga bagi tenaga kesehatan. Wacana ini dimunculkan seiring melonjaknya kasus covid varian Delta dan banyaknya tenaga kesehatan yang meninggal terpapar covid, padahal sudah mendapat vaksinasi.

Epidemiolog Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Bayu Satria Wiratama menilai, belum mendesak dan belum ada jaminan pemberian vaksin dosis ketiga bagi nakes bisa bebas paparan covid varian Delta. Sebab, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut penyebab kematian bagi nakes.

"Yang lebih penting mengetahui dulu penyebab pasti nakes yang menurut asumsi sudah banyak mendapatkan vaksinasi, tapi masih terkena dan angka kematian masih tinggi. Apakah memang efektivitas vaksin yang rendah atau ada penyebab lain," kata Bayu.

Ia berpendapat, bukti yang menunjukkan varian Delta menyebabkan covid lebih parah dari varian sebelumnya masih sangat sedikit, sehingga belum bisa disimpulkan varian ini lebih ganas. Namun, bukti varian Delta lebih menular memang sudah lebih kuat.

Lebih menular yang menyebabkan lebih banyak kasus berat ketika varian Delta muncul. Sebab, varian Delta menyebabkan lebih banyak orang sakit dan ini akan berbanding lurus meningkatnya orang bergejala sedang-berat, bukan variannya secara langsung.

Lalu, banyaknya kasus kematian disebabkan semakin banyak kasus positif covid, maka pasien yang membutuhkan perawatan meningkat. Padahal, kapasitas RS tidak bisa naik dengan cepat, sehingga banyak pasien tidak mendapatkan perawatan di RS rujukan. "Kondisi ini menyebabkan angka kematian meningkat," ujar Bayu.

Soal data Kemenkes menyebut sekitar 90 persen kasus kematian lebih banyak terjadi kepada orang yang belum divaksinasi, angka itu terlalu optimistis karena angka sebenarnya masih dibawah itu. Namun, masih cukup bagus untuk kurangi fatalitas.

Bayu setuju pemerintah menggenjot vaksinasi saat banyak warga enggan melakukan vaksin, serta masih melonjaknya kasus dan banyaknya kamar khusus covid RS penuh. Seharusnya, didukung edukasi dan pemberantasan hoax agar orang semakin yakin.

"Tapi, info hoax ternyata lebih masih, sehingga itu menghambat proses peningkatan angka vaksinasi," kata Bayu.

Ia mengingatkan, virus SARS-CoV-2 tetap terus bermutasi, sehingga perlu vaksin yang lebih baru. Bahkan, vaksin saat ini dapat diperbarui sesuai penelitian, dan bila varian baru mengurangi kemampuan vaksin bisa dibuat semacam booster vaksin.

"Namun, itupun jika memang ada alokasi khusus yang tidak mengganggu vaksinasi secara umum, maka bisa diberikan," ujarnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini

Terkait


New South Wales Laporkan Kematian Pertama dalam 10 Bulan

PB IDI: Fokus dalam Penanganan Covid, Jangan Ada Drama

Perlu Operational Room untuk Jamin Layanan Kesehatan Covid

Sidak, Emil Masih Temukan Perusahaan Bandel tak Patuhi PPKM

Moeldoko: Pemerintah tak Antikritik

Republika Digital Ecosystem

Kontak Info

Republika Perwakilan DIY, Jawa Tengah & Jawa Timur. Jalan Perahu nomor 4 Kotabaru, Yogyakarta

Phone: +6274566028 (redaksi), +6274544972 (iklan & sirkulasi) , +6274541582 (fax),+628133426333 (layanan pelanggan)

[email protected]

Ikuti

× Image
Light Dark