REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Untuk mewujudkan transisi energi, Pertamina menargetkan portofolio energi hijau sebesar 17 persen dari keseluruhan bisnis energinya pada tahun 2030. Hal ini disampaikan melalui paparan CEO Pertamina NRE, Dannif Danusaputro, dalam acara Indonesia Clean Energy Conference pada Jumat (9/7) yang diselenggarakan secara virtual oleh Petromindo.
Pada tahun 2019, portfolio energi hijau Pertamina mencapai 9,2 persen. Seiring dengan target pemerintah untuk mencapai target bauran energi baru terbarukan sebesar 23 persen pada tahun 2025, Pertamina sebagai BUMN energi mendukung upaya pemerintah untuk mencapai target tersebut, salah satunya yaitu dengan berupaya meningkatkan portfolio energi hijaunya hingga 17 persen pada tahun 2030. Termasuk dalam portofolio tersebut antara lain geothermal, hydrogen, electric vehicle (EV) battery dan energy storage system (ESS), gasifikasi, bioenergy, green refinery, circular carbon economy, serta EBT.
“Sebagian besar portfolio tersebut dikelola oleh Pertamina NRE sebagai sub-holding Pertamina yang fokus pada pengembangan EBT. Dan dekarbonisasi adalah salah satu sasaran dari pengembangan EBT di Pertamina untuk mendukung komitmen pemerintah menekan emisi gas rumah kaca sebesar 29 persen pada tahun 2030,” ungkap Dannif.
Sementara itu Pertamina NRE sendiri memiliki aspirasi untuk menjadi Indonesia Green Energy Champion di tahun 2026 dengan kapasitas terpasang sebesar 10 GW, yang dikontribusikan dari gas to power sebesar enam GW, energi terbarukan 3 GW, dan pengembangan energi baru sebesar 1 GW. Untuk mencapai target tersebut, Pertamina NRE menyasar baik pada captive market, yaitu wilayah operasi Pertamina, maupun di luar itu, termasuk ekspansi ke pasar luar negeri. Selain itu upaya yang juga dilakukan adalah pengembangan secara anorganik.
Saat ini proyek EBT yang telah dioperasikan Pertamina NRE antara lain PLTS Badak dengan kapasitas sebesar 4 MW, PLTBg Sei Mangkei berkapasitas 2,4 MW, O&M PLTBg Kwala Sawit dan Pagar Merbau berkapasitas 2x1 MW, dan PLTS di sejumlah SPBU Pertamina dengan total kapasitas 260 KW. Sedangkan proyek yang sedang berjalan antara lain PLTGU Jawa-1 dengan kapasitas 1,8 GW, PLTS Sei Mangkei sebesar 2 MW, PLTS RU Dumai berkapasitas 2 MW, dan PLTS RU Cilacap dengan kapasitas sebesar 2 MW.
“Transisi energi di Pertamina menyasar dua hal, yaitu dekarbonisasi dan efisiensi. Untuk captive market Pertamina sendiri potensinya sangat besar dan sebagian besar masih berbasis energi fosil yang kami diberikan mandat untuk melakukan transisi energi melalui halaman sendiri. Selain itu, dalam waktu dekat kami juga akan mengerjakan proyek pemasangan PLTS di 1.000 SPBU Pertamina,” lanjut Dannif.
Beberapa inisiatif pengembangan energi baru yang saat ini sedang dijajaki oleh Pertamina NRE antara lain blue hydrogen dan green hydrogen. Beberapa waktu lalu juga Pertamina NRE menandatangani nota kesepahaman dan joint study agreement (JSA) dengan sejumlah perusahaan Jepang, LEMIGAS, dan ITB untuk pengembangan teknologi carbon capture, utilization, and storage (CCUS) di lapangan Gundih dan Sukowati. Pertamina juga menjadi salah satu pemegang saham Indonesia Battery Corporation (IBC), holding BUMN yang dibentuk untuk mengelola industri baterai dari hulu ke hilir. BUMN lain pemegang saham IBC antara lain MIND ID, PT AnekaTambang, Tbk., dan PT PLN.