REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Sepekan sejak diterapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat, Tim Pemulasaraan Jenazah Covid-19 Kota Bogor menangani 40 pasien yang meninggal dunia saat isolasi mandiri (isoman). Wakil Wali Kota Bogor, Dedie A. Rachim menyebutkan ada beberapa hal yang menyebabkan pasien isoman meninggal dunia.
Dedie menjelaskan, awalnya para pasien Covid-19 yang menjalani isoman merupakan pasien tanpa gejala dan atau pasien bergejala ringan. “Tetapi lambat laun penurunan saturasi ini menjadi sangat cepat. Tadinya yang standarnya kan 90, bisa tiba tiba turun ke 60. Nah pada saat di bawah 90 ini kan sudah pada posisi kedaruratan,” kata Dedie di Kota Bogor, Selasa (13/7).
Permasalahan kedua ketersediaan tempat tidur di ruang ICU dan ICCU di rumah sakit hampir seluruhnya penuh. Apalagi, kata Didie melanjutkan, Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Bogor tidak bisa menambah hingga target 370 tempat tidur karena keterbatasan ketersediaan oksigen dan tenaga kesehatan (nakes).
“Itu yang menjadi masalah. Meskipun kemampuan teknis bisa mencapai 370 tempat tidur, akan tetapi kalau kita kombinasikan dengan keberadaan oksigen dan nakes hanya bisa berada di posisi 270,” ujar dia.
Saat ini di enam kecamatan se-Kota Bogor tercatat ada sekitar 6.000 pasien Covid-19 yang menjalani isoman. Dalam jumlah tersebut, para nakes di 25 puskesmas mengalami kesulitan untuk memantau titik-titik pasien isoman. Kondisi ini diperparah dengan dua puskesmas yang tutup sementara karena ada nakes yang terpapar Covid-19 dan meninggal dunia.
“Jadi kekuatan kita untuk menangani isoman itu juga berkurang. Ditambah di seluruh Kota Bogor ada lebih dari 440 tenaga kesehatan yang terpapar,” ujarnya.