REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Seorang pria asal Sydney, Australia bernama Tom Lee telah mendapatkan vaksinasi untuk mencegah infeksi virus corona jenis baru (Covid-19). Bukan dua dosis seperti mayoritas warga dunia, ia mengejar empat dosis vaksin yang dikembangkan AstraZeneca dan Pfizer-BioNTech.
Menurut Lee, tak ada efek samping yang dirasakannya dari mendapatkan vaksin AstraZeneca dan Pfizer, masing-masing dua dosis. Pria berusia 34 tahun itu malah merasa jauh lebih terlindungi.
Lee mengunggah pengalamannya mencoba vaksinasi ganda di jejaring sosial Twitter. Ia menuliskan bahwa dirinya telah mendapatkan "antibody maxxing" atau antibodi maksimal.
I declare myself Australia's most vaccinated man, hero of Phase 2b pic.twitter.com/mlrr7GkDNk
— Tom Lee (@tomleeaus) June 1, 2021
Apa yang dilakukan Lee telah menuai kontroversi dari banyak pihak. Beberapa di antaranya menuduh bahwa upaya Lee dalam mencoba memberi kekebalan lebih besar dari Covid-19 ini telah mengambil jatah vaksin orang lain yang membutuhkan. Lee menampik tudingan itu dengan menyebut bahwa dia mendaftar seperti warga lainnya dan petugas kesehatan di New South Wales pun tak berkeberatan untuk memvaksinasi dirinya.
Sementara itu, tak sedikit yang justru mengkhawatirkan efek samping dari pencampuran vaksin tanpa pengawasan dari ahli.
Terlepas dari kontroversi tersebut, sebuah studi medis yang dilakukan oleh University of Oxford di Inggris menemukan bahwa vaksin AstraZeneca diikuti dengan Pfizer memiliki tingkat kemanjuran yang sama dengan dua dosis vaksin Pfizer. Penelitian ini melibatkan 830 orang berusia di atas 50 tahun.
Dari penelitian tersebut, ditemukan bahwa pemberian vaksin AstraZeneca diikuti Pfizer memberi perlindungan kuat terhadap Covid-19. Campuran dua produk vaksin ini juga menghasilkan lebih banyak antibodi, jika dibandingkan dengan dosis ganda AstraZeneca.
"Mengingat bukti bahwa AstraZeneca dengan Pfizer sebenarnya memiliki produksi antibodi sembilan kali lebih banyak, ini menjadi tanda yang sangat menggembirakan bagi banyak negara dengan pasokan vaksin terbatas," ujar Oksana Oyzik, seorang pakar penyakit menular di University College London, dilansir News.AU, Rabu (14/7).
Germany’s Standing Committee on Vaccination (STIKO) atau komite vaksin Jerman juga merekomendasikan pencampuran vaksin, setelah penelitian menunjukkan respons imun lebih unggul ketika AstraZeneca dikombinasikan dengan vaksin mRNA, teknologi yang digunakan dalam suntikan Pfizer-BioNTech dan Moderna.
Sejumlah negara, seperti Korea Selatan (Korsel), Kanada, dan Spanyol juga telah menyetujui pencampuran vaksin. Sementara itu, Michelle Ananda-Rajah, seorang ahli penyakit menular dari Monash University di Melbourne, mengatakan penelitian telah menunjukkan pencampuran dan pencocokan dosis justru dapat menghancurkan tingkat antibodi.