Rabu 14 Jul 2021 15:45 WIB

MRP Pertanyakan 19 Pasal UU Otsus Papua yang Diubah 

MRP mengatakan perubahan itu seharusnya dilakukan atas usul masyarakat.

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Ratna Puspita
Panitia Khusus (Pansus) revisi Undang-Undang Otonomi Khusus (Otsus) Papua DPR bersama pemerintah melakukan perubahan terhadap 19 pasal di UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otsus bagi Provinsi Papua. Majelis Rakyat Papua (MRP) mempertanyakan adanya perubahan terhadap 19 pasal tersebut. (Ilustrasi peta Papua)
Foto: Google Map
Panitia Khusus (Pansus) revisi Undang-Undang Otonomi Khusus (Otsus) Papua DPR bersama pemerintah melakukan perubahan terhadap 19 pasal di UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otsus bagi Provinsi Papua. Majelis Rakyat Papua (MRP) mempertanyakan adanya perubahan terhadap 19 pasal tersebut. (Ilustrasi peta Papua)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Panitia Khusus (Pansus) revisi Undang-Undang Otonomi Khusus (Otsus) Papua DPR bersama pemerintah melakukan perubahan terhadap 19 pasal di UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otsus bagi Provinsi Papua. Majelis Rakyat Papua (MRP) mempertanyakan adanya perubahan terhadap 19 pasal tersebut.

"Justru dengan ditambahnya pasal yang jumlahnya banyak ini menjadi pertanyaan besar oleh rakyat terutama MRP dan DPRP, karena 19 pasal yang jumlahnya banyak ini Indikatornya apa? terus atas usul siapa?" kata Ketua MRP Timotius Murib kepada Republika, Rabu (14/7).

Baca Juga

Awalnya, Timotius menjelaskan, pemerintah hanya akan merevisi dua pasal, yaitu pasal 34 dan pasal 76. Namun seiring proses pembahasan, pasal yang diubah bertambah menjadi 19 pasal.  

Timotius menganggap adanya penambahan pasal yang diubah dari dua pasal menjadi 19 pasal justru konyol. "Hanya dua pasal saja sudah kami ragu dan dua pasal itu saja ditanyakan oleh rakyat Papua melalui MRP dan MRPB, sekarang pasal itu menambah menjadi 19 pasal, wah itu lebih konyol, lebih konyol," ujarnya.

Timotius menuturkan, alangkah eloknya perubahan itu dilakukan atas usul masyarakat sehingga UU Otsus Papua yang disahkan nantinya sesuai dengan perasaan masyarakat Papua. Sementara yang terjadi saat ini pasal-pasal yang diubah justru hanya sesuai dengan apa yang diinginkan pemerintah pusat dan DPR. 

"Inilah yang dipertontonkan Pemerintah Republik Indonesia kepada dunia. Bagaimana buruknya hukum kita di Indonesia apalagi daerah khusus seperti di Papua itu tidak dilaksanakan kewenangan otonomi khusus dengan baik atau dijalankan dengan baik oleh pemerintah," ungkapnya.

Ia menyayangkan sikap DPR RI dan DPD RI yang tidak gigih dalam  memperjuangkan aspirasi rakyat Papua. Ia pun mengusulkan agar revisi UU Otsus Papua dibatalkan.

"Sebaiknya otsus tidak perlu ada, dibiarkan saja dan dibubarkan dan dikembalikan atau dibatalkan, Ditandai dengan suatu keputusan dari pemerintah pusat entah Surat Presiden kah keputusan DPR kah, untuk ini dibubarkan MRP, ditandai bahwa otsus tidak berlaku di tanah Papua," tuturnya.

"Supaya jangan kita ini saling menyalahkan dan terus-menerus berkelahi antara pemerintah daerah dan pemerintah pusat terutama kami di MRP," imbuhnya.

DPR akan mengesahkan naskah revisi UU Otsus Papua dalam rapat paripurna terdekat. Adapun, 19 pasal yang diubah antara lain pasal 1, 4, 5, 6, 6a, 7, 11, 17, 20, 34, 36, 38, 56, 59, 68, 68a, dan 75, 76. Panja juga menambah penjelasan pada pasal 24 ayat 1, sehingga total menjadi 19 pasal yang diubah.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement