REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM) secara tegas menolak otonomi khusus (Otsus) Papua jilid II yang disahkan oleh DPR hari ini. Panglima TPNPB-OPM, Jenderal Goliath Naaman Tabuni, mengatakan mayoritas orang Asli Papua sudah menyatakan sikap menolak otsus Papua lantaran tidak ada perjanjian dengan orang asli Papua.
"Jika otsus yang tidak pernah buat perjanjian dengan orang asli Papua yang berjuang untuk menuntut hak politik penentuan nasib sendiri, maka itu bukan solusi penyelesaian masalah status politik bangsa Papua di dalam NKRI," kata Jenderal Goliath dalam pernyataan tertulisnya, Kamis (15/7).
Goliath menilai seharusnya Pemerintah Indonesia melakukan perjanjian dengan masyarakat Papua. Mereka menganggap cara yang dilakukan Pemerintah Indonesia yang tidak kompromi dengan orang asli Papua merupakan bentuk pelanggaran HAM dan perbuatan melawan hukum.
"Itu sepihak dari pemerintah kolonial Republik Indonesia. Karena itu, bangsa Papua akan terus melawan Jakarta sampai Papua memperoleh kemerdekaan penuh dan kami tetap lanjutkan perjuangan kami untuk memperoleh hak politik kemerdekaan kami bangsa Papua," kata dia.
Penolakan sebelumnya juga disampaikan DPRP dan MRP. Mereka beranggapan RUU Otsus Papua tersebut tak sesuai harapan.
Ketua Pansus Otsus Papua DPRP, Thomas Sondegau, mengatakan revisi UU Otsus Papua hanya sesuai keinginan pemerintah pusat. Sementara Ketua MRP, Timotius Murib, memandang alangkah baiknya perubahan sejumlah pasal di RUU Otsus Papua dilakukan atas usul masyarakat sehingga UU Otsus Papua yang disahkan nantinya sesuai dengan perasaan masyarakat Papua.
"Inilah yang dipertontonkan pemerintah Republik Indonesia kepada dunia. Bagaimana buruknya hukum kita di Indonesia apalagi daerah khusus seperti di Papua itu tidak dilaksanakan kewenangan otonomi khusus dengan baik atau dijalankan dengan baik oleh pemerintah," kata dia.
DPR resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua menjadi undang-undang. Pengambilan keputusan tersebut dilakukan dalam Rapat Paripurna Penutupan Masa Sidang V Tahun Sidang 2020-2021, Kamis (15/7).
"Apakah RUU tentang perubahan kedua atas Undang-Undang 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua dapat disetujui dan disahkan menjadi undang-undang?" kata Wakil Ketua DPR, Sufmi Dasco Ahmad, meminta persetujuan kepada anggota, diikuti seruan setuju dari sejumlah anggota yang hadir dalam rapat tersebut.