Kamis 15 Jul 2021 21:22 WIB

Legislator: DPRD DKI Bisa Tolak Usul Revisi Perda Covid

Legislator DPRD DKI menanggapi usul revisi Perda Covid Pemprov DKI Jakarta.

Rep: Flori Sidebang / Red: Bayu Hermawan
Petugas memeriksa surat tanda registrasi pekerja (STRP) atau surat tugas pengendara saat diberlakukan penyekatan di Jalan Raya Mampang Prapatan, Jakarta, Kamis (15/7). Ditlantas Polda Metro Jaya menambahkan lokasi penyekatan menjadi 100 titik di wilayah DKI Jakarta untuk mengurangi mobilitas warga selama masa PPKM darurat. Republika/Putra M. Akbar
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Petugas memeriksa surat tanda registrasi pekerja (STRP) atau surat tugas pengendara saat diberlakukan penyekatan di Jalan Raya Mampang Prapatan, Jakarta, Kamis (15/7). Ditlantas Polda Metro Jaya menambahkan lokasi penyekatan menjadi 100 titik di wilayah DKI Jakarta untuk mengurangi mobilitas warga selama masa PPKM darurat. Republika/Putra M. Akbar

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta berencana merevisi sanksi Peraturan Daerah (Perda) Nomor 2 Tahun 2020 tentang Pengendalian Covid-19. Nantinya, dalam perda itu akan dimasukan pasal terkait sanksi pidana bagi pelanggar aturan. 

Anggota Komisi A DPRD DKI Jakarta, Purwanto pun menanggapi hal tersebut. Ia menilai, sah saja, jika Pemprov DKI mengajukan revisi mengenai sanksi dalam perda itu. 

Baca Juga

"Sah-sah saja eksekutif mengajukan perubahan tersebut, namanya pengajuan maka, kami akan gali nantinya dengan melihat urgensi dan nafas dari perubahan perda tersebut kemana," kata Purwanto saat dihubungi, Kamis (15/7).

Namun, menurutnya perlu dilakukan kajian terlebih dahulu terkait usulan revisi itu. Purwanto mengatakan, kajian tersebut harus melihat dari berbagai unsur yang mendukung perda untuk mengetahui arah target dari rencana perubahan tersebut. 

Ia menyebut, DPRD DKI juga dapat menolak usulan revisi itu, jika berdasarkan hasil kajian dirasa kurang tepat. Salah satunya apabila rencana itu dirasa terlalu memberatkan masyarakat. 

"Bisa saja karena kompenen pendukung penegakan perda yang tidak dijalankan maksimal oleh pemda, sosialisasi yang tidak dilakukan optimal sehingga terkesan sanksi pelanggaran harus progresif dan berefek jera," ujarnya. 

Politikus Partai Gerindra ini menegaskan, pemberian sanksi dan hukuman adalah opsi terakhir dari suatu aturan yang dilanggar. Menurutnya, pemerintah juga harus fokus untuk menciptakan kesadaran masyarakat dalam menaati aturan yang ada. 

"Tugas kita adalah menciptakan/  menumbuhkan kesadaran bersama untuk menaatinya, bukan fokus pada melipat gandakan hukumannya," jelas anggota Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DKI Jakarta itu. 

Sebelumnya diberitakan, Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria mengatakan, pemerintah provinsi bersama DPRD DKI akan merevisi Peraturan Daerah (Perda) Nomor 2 Tahun 2020 tentang Pengendalian Covid-19. Ariza menyebut, revisi itu dilakukan untuk menambah pasal terkait pemberian sanksi pidana bagi pelanggar aturan dalam Perda tersebut. 

"Kami Pemprov DKI Jakarta dan DPRD DKI Jakarta merumuskan revisi perda pengendalian Covid agar dimasukan pasal terkait hukuman pidana bagi siapa saja yang melanggar," kata Ariza di wilayah Jakarta Selatan, Kamis (15/7).

Meski demikian, ia tidak menjelaskan secara rinci mengenai hal tersebut. Ariza menilai, sanksi yang tertuang dalam perda tersebut belum cukup memberikan efek jera bagi para pelanggar. Ia pun menekankan, pihaknya tidak segan menindak tegas para pelanggar aturan pengendalian virus corona yang berlaku saat ini. Salah satunya seperti Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat. 

"Bagi siapa saja yang melanggar kami tidak segan-segan menindak, mulai dari teguran tertulis, sampai dengan pencabutan izin. Bahkan, kami akan pidanakan. Untuk itu, kami minta semuanya agar patuh, taat dan disiplin," jelas dia.

Menurut Ariza, hanya ada satu cara untuk menghindari sanksi tersebut dan penularan virus corona, yakni dengan mematuhi penerapan protokol kesehatan serta aturan yang telah ditetapkan.

Adapun Perda Nomor 2 Tahun 2020 tentang Pengendalian Covid-19 disahkan pada tanggal 12 November 2020. Dalam aturan itu sebenarnya sudah terdapat sanksi pidana,  tetapi berupa pidana denda. 

Salah satunya seperti yang disebutkan dalam Pasal 29, yakni setiap orang yang menolak untuk dilakukan tes PCR atau pemeriksaan Covid-19 akan dipidana paling banyak Rp 5 juta. Kemudian, pada Pasal 30 juga disampaikan bahwa orang yang menolak dilakukan pengobatan dan atau vaksinasi Covid-19 akan didenda Rp 5 juta. 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement