Jumat 16 Jul 2021 17:28 WIB

Karmini, Perempuan Tangguh Asal Bantul Driver Jenazah Covid

Karmini berharap tak ada orang yang menyepelekan penyakit Covid-19

Ilustrasi pemakaman jenazah Covid-19.
Foto: AP/Achmad Ibrahim
Ilustrasi pemakaman jenazah Covid-19.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hatinya terpanggil, ketika tiada satu orang pun yang ingin membantu mengantarkan jenazah Covid-19 ke tempat peristirahatan terakhir. Karmini, ibu tangguh asal Bantul ini mengajukan diri mengantarkan jenazah atau pasien meninggal Covid-19 di perumahan dekat ia tinggal. Seiring berjalannya waktu, Karmini pun konsisten, merasa ikhlas dan nyaman menggeluti pekerjaan yang sangat rentan terpapar Covid-19 itu.

Karmini, merupakan warga Desa Balong Kidul, Potorono, Banguntapan, Bantul. Sebelum Virus Corona datang, Karmini hanya ibu rumah tangga biasa, yang mengurusi suami beserta dua anaknya. Ia juga aktif di kegiatan sosial, seperti pendamping Lansia (home care), ketua pengajian ibu-ibu pedukuhan, dan Forum Penanggulangan Rawan Bencana (FPRB).

Maret 2020, pertama kali Covid-19 mendarat di Indonesia, di setiap daerah diterapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Mengikuti anjuran pemerintah, warga pun berada di rumah, menjauhi kerumunan, dan juga membatasi mobilitas.

"Waktu Corona datang, seluruh akses menuju atau keluar desa di-lockdown. Penjagaan ketat banget. Warga pada takut dan kondisinya mencekam. Setiap warga yang baru datang disemprot disinfektan, pengecekan suhu tubuh, dan cuci tangan. Tidak sembarang masuk ke wilayah tertentu, tak boleh masuk jika tak ada urusan yang penting," ujar Karmini mengawali cerita, seperti dalam siaran pers, Jumat (16/7).

Termasuk di Desa Balong Kidul, tempat Karmini tinggal. Tak ada satu pun yang keluar rumah, lantaran takut tertular virus Sars Cov-2 tersebut.

Hingga satu hari, muncul kasus pertama di Desa Balong Kidul. Di mana satu keluarga yang berisi empat orang, diduga terinfeksi Covid-19, lantaran adanya gejala seperti demam dan batuk. Satu keluarga tersebut diharuskan melakukan tes swab PCR. Namun, tak ada satu pun yang berkenan mengantar mereka, lantaran semua warga di sana menutup diri.

"Mereka disuruh melakukan tes swab di daerah Bambanglipuro, kira-kira setengah jam dari tempat tinggal saya," jelas Karmini.

Karmini memberanikan diri untuk mencoba mengantar keluarga tersebut. Selain karena tidak ada yang bersedia, di hati kecilnya, ia ingin menolong. "Sebagian anggota FPRB yang laki-laki tidak ada yang berani mengantarkan keluarga itu. Alasan mereka bermacam-macam, ada yang punya anak kecil, ada yang kerja, dan lain sebagainya," jelas ibu dua anak tersebut.

Ternyata keempat orang tersebut dinyatakan positif Covid-19. Sepanjang perjalanan pulang, Karmini pun kepikiran lantaran ia berada satu mobil dengan pasien Covid-19.

"Saya sempat panas dingin mengetahui kabar tersebut. Karena saya juga punya keluarga dan waktu itu benar-benar kondisinya sedang mencekam. Banyak yang menganggap virus Corona itu seperti penyakit Aids," terang Karmini.

Meski begitu, Karmini tetap melanjutkan aksinya. Dengan catatan, ia juga harus melindungi diri sendiri. Jangan sampai keluarganya ketakutan. Sepulang mengantarkan pasien, ia bersih-bersih.

Setelah itu, bulan demi bulan, Karmini aktif antarjemput pasien Covid-19 yang melakukan tes swab di Puskesmas. Termasuk mengantarkannya ke tempat karantina.

Pengalaman pertama membawa jenazah Covid-19

Dua bulan berlalu, tepatnya pada Mei 2021 kasus pertama meninggalnya warga karena Covid-19 terjadi. Lagi-lagi, tak ada satu pun warga yang mau mengantarkan jenazah tersebut. Bahkan, hanya ada pengurus RT yang mengurusi pemakamannya.

Karmini, yang memang sudah lihai mengendarai mobil sejak 2008, kembali ditunjuk. Kali ini tugasnya lebih menantang. Ibu kelahiran Bantul 21 November 1974 ini harus mengantarkan jenazah ke lahan yang baru digunakan khusus pemakaman Covid-19 pada malam hari. Saat itu, akses menuju ke tempat pemakaman darurat itu juga tak bersahabat dengan mobil.

"Ada pasien Covid-19 yang sedang menjalani isolasi mandiri di rumahnya yang kemudian meninggal. Rumahnya dekat kampung saya dan saya mengantarkan jenazah tersebut. Nggak ada yang mandiin jenazah," terang Karmini.

"Semua warga yang tinggal di sekitar rumah duka, tidak ada yang datang dan tidak ada yang keluar rumah," lanjutnya.

Kondisi tempat pemakamannya pun tak main-main. Berada di tengah hutan, Karmini dan beberapa perangkat desa harus menerobos hutan dalam keadaan hujan. Tak sampai disitu, tempat penguburannya pun tergenang air.

"Pokoknya benar-benar sulit, apalagi saya yang mengendarai mobilnya harus benar-benar menguasai medan. Sebab aksesnya masih terbatas. Pasalnya, tempat tersebut merupakan lahan baru untuk pemakaman Covid-19," cerita Karmini.

Respons keluarga

Sepulang dari menguburkan jenazah, Karmini baru memberitahu suami, dengan apa yang sudah ia lakukan. "Suami kaget. Dan mengatakan kepada saya, memangnya kamu berani? Kendati begitu, suami tetap mendukung," kata Karmini.

Hanya saja, apa yang dilakukan Karmini tidak sepenuhnya diterima keluarga. Salah satunya, adiknya. Bukannya melarang, sang adik merasa khawatir dengan pekerjaan sebagai relawan pengantar jenazah Covid-19.

"Intinya, saya berpikir pulang dalam keadaan bersih. Alhamdulillah, Allah masih memberikan saya kesempatan untuk membantu, diberikan kesehatan selama pandemi, kita sekeluarga selalu sehat," terang Karmini.

Mobil 'klasik' dari Human Initiative

November 2020, baru ada beberapa driver laki-laki yang berani membawa jenazah Covid-19. Jadi, beban Karmini sedikit berkurang. Dan, pada Januari lalu, ia mendapatkan bantuan berupa satu mobil, yang telah menjadi pegangannya. Mobil didapat dari kenalannya sesama relawan yang bertugas di Human Initiative, Agus Putut.

"Meski mobilnya tua, tapi saya kok merasa nyaman menggunakannya. Enak aja dibawanya. Pokoknya kalau antarjemput pasien yang hendak tes swab PCR atau mengantarkan jenazah, saya selalu menggunakan mobil tersebut," kata Karmini.

Sejatinya, Karmini merupakan relawan yang independen. Dalam sehari, Karmini mengantarkan dua jenazah. Entah itu diambil dari rumah kediaman, maupun dari rumah sakit.

Sementara untuk antarjemput tes swab, Karmini hanya melayani lansia, ibu hamil, dan anak-anak. Semua itu ia lakukan dengan ikhlas, meskipun antarjemput berada di luar kota.

Lepas dari apa yang telah ia lakukan, Karmini berharap ada Satuan Tugas (Satgas) yang menangani pasien Covid-19 di daerahnya. Sebab, dalam beberapa bulan ke belakang, hanya ada dua Satgas di dua desa. Apalagi kasus Covid-19 sedang menanjak.

Rahasia sehat Karmini

Setahun lebih Karmini menggeluti pekerjaan yang berada di garda terdepan ini. Alhamdulillah, perempuan yang hobi jogging ini tetap dalam keadaan fit dan tak pernah terpapar Covid-19. Selain melakukan protokol kesehatan yang ketat, Karmini juga kerap meminum vitamin dan ramuan yang biasa ia konsumsi pada pagi hari.

"Saya biasa konsumsi minuman tradisional. Namanya Kamplong. Bahannya, terbuat dari kates (kelapa) muda. Diminum dengan teh terus diseduh pakai air mendidih. Minumnya dalam keadaan hangat. Jika tidak diganti dengan ketumbar," terang Karmini.

Karmini sakit hati, jika masih ada yang masih belum percaya adanya Covid-19. Baginya, lebih baik diam, ketimbang menulari hal-hal yang berbau hoaks. "Terus terang, saya sakit hati jika ada orang yang masih belum percaya terhadap Covid-19. Karena apa? Orang itu belum pernah mengalami. Mungkin dia bilang kematian itu hanya Allah yang tahu. Memang benar, tapi Covid-19 itu benar-benar nyata. Jangan pernah menyepelekan penyakit ini," terang Karmini.

Intinya, ia prihatin dengan perjuangan tenaga kesehatan yang selama ini berjuang menyembuhkan pasien Covid-19, tapi di satu sisi masih ada yang menganggap virus korona itu tak ada. "Kasihan dokter-dokter yang sudah berjuang sampai kehilangan nyawa. Saya sebagai relawan menentang ini. Sebab jika nyawa takkan kembali, jadi sayangi dirimu," pungkas istri dari Kirgiyanta itu.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement