REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Aksi demonstrasi menolak penerapan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) mikro di Kota Ambon berujung kericuhan antara para demonstran dengan polisi pada Jumat (16/7) sore. Untuk mengantisipasi agar kericuhan tidak terulang lagi, Polri meminta agar permasalahan ini dapat dikomunikasikan dengan baik.
"Dikomunikasikan dengan baik. Agar tidak terjadi lagi," ujar Kadiv Humas Polri Irjen Argo Yuwono saat dihubungi melalui pesan singkat, Sabtu (17/7).
Kericuhan atau bentrokan terjadi, usai ratusan demonstran yang berunjuk rasa di depan kantor Wali Kota Ambon, Jalan Sultan Hairun, dipukul mundur oleh petugas kepolisian yang mengamankan aksi. Para demonstran itu dipukul mundur setelah 15 menit menduduki Jalan Sultan Hairun dan berorasi di depan kantor wali kota.
Kemudian tidak terima dibubarkan dengan paksa, para demonstran pun memberikan perlawanan. Akibat bentrokan tersebut, lebih dari tiga orang diamankan. Mereka yang diamankan diduga sebagai provokator atas kericuhan aksi demonstrasi menolak PPKM Mikro di Kota Ambon tersebut.
"Iya ada lebih dari tiga orang diamankan, masih kita proses," kata Kapolresta Pulau Ambon Kombes Pol Leo SN Simatupang, seperti diberitakan Republika.co.id.
Kemudian Leo meminta semua pihak untuk menyampaikan aspirasi tanpa harus melakukan demo. Sebabnya polisi tidak akan mengizinkan unjuk rasa pada saat masa pandemi Covid-19, yang merujuk pada Instruksi Mendagri, disusul instruksi Wali Kota Ambon termasuk adanya UU tentang Karantina. Apalagi Pemkot Ambon sudah menetapkan PPKM Mikro mulai tanggal 8 hingga 21 Juli 2021.
"Jadi, selama PPKM Mikro di Kota Ambon diperketat, polisi tidak pernah menerbitkan surat pemberitahuan unjuk rasa di muka umum," tegas Kapolresta.