REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anda yang ingin berkonsultasi langsung dengan dokter gigi pada masa Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat saat ini perlu memperhatikan beberapa hal. Salah satunya bersiap menjalani penapisan atau skrining secara ketat demi mencegah penularan Covid-19.
Dokter gigi dari Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran, Shaliha Hasim mengatakan, skrining ini mencakup pemeriksaan suhu, gejala dan kontak erat pada kasus Covid-19. Pasien yang bergejala seperti Covid-19 semisal demam dan batuk saat skrining harus siap ditolak untuk berkonsultasi.
"Kalau dia ada batuk tetapi memaksa untuk tindakan, minimal harus swab antigen dulu. Jadi, kalau ada gejala yang jelas, tidak akan kita terima. Kalau ternyata dia positif, masuknya ke dokter umum untuk diarahkan ke pengobatan Covid-19 dulu," ucap dokter yang berpraktik di DMP Empang, Bogor itu.
Menurut Shaliha, hal ini berbeda dengan dulu. Pasien sekedar batuk batuk, pilek atau mengaku tidak kontak dengan orang yang terkonfirmasi positif Covid-19 akan diterima untuk berkonsultasi.
Sebelum datang ke klinik gigi, pasien sebenarnya bisa memanfaatkan fasilitas telemedicine dulu sebagai deteksi awal masalah gigi mereka. Namun, memang tak semua kasus gigi bisa diselesaikan lewat telemedicine.
Setelah lolos penapisan, pasien harus masuk ke ruangan pemeriksaan sendiri sembari mengenakan APD. Apabila dia butuh ditemani pendamping, maka pendamping dibatasi hanya satu orang dan dia pun harus bersedia mengenakan APD.
APD untuk pasien dan pendamping biasanya bisa dibeli seharga Rp 15 ribu yang terdiri dari gown (pakaian) dan head cap atau penutup kepala. Selain itu pasien juga harus dilengkapi dengan informed consent (persetujuan medik) yang harus ditandatangi kalau mereka masuk dan dilakukan tindakan risiko tinggi tertular dan menularkan (Covid-19).
Selain menerapkan skrining ketat, Shaliha dan timnya memilih tetap praktik di tengah PPKM Darurat juga karena memiliki fasilitas APD level 3 sesuai anjuran Pengurus Besar Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PB PDGI) dan Kementerian Kesehatan. Ruangan praktik pun diatur sesuai protokol pencegahan penularan Covid-19 seperti memiliki ventilasi baik, penyemprotan ruangan setiap usai menangani satu pasien. Dokter tidak makan dan minum serta salat di dalam ruangan pratik atau klinik.
Shaliha mengatakan para dokter dan perawat tidak makan dan minum di dalam ruangan klinik begitu juga solat (di tempat lain atau ruangan lain). Begitu APD mereka kenakan, mereka harus siap berlaku seperti sedang berpuasa. Untungnya konsultasi gigi hanya empat jam untuk setiap shift.
Kasus yang ditangani sebatas yang darurat seperti pulpitis. Pulpitis adalah nyeri gigi berdenyut yang membuat sakit kepala sehingga pasien tidak bisa melakukan kegiatannya. Selain itu, abses atau bengkak, polip pulpa yakni jaringan asing tumbuh di dalam gigi sehingga membuat tidak nyaman saat makan.
Pada kasus polip pulpa, biasanya dokter akan membersihkan jaringan yang tumbuh lalu menutupnya sementara. Kasus lainnya, misalnya gigi berlubang dan ngilu, pengeboran akan dilakukan minimal dan menambal sementara gigi berlubang itu.
"Yang menyebabkan aerosol itu pengeboran dan scalling. Jadi kalau scalling tidak sama sekali kecuali lokal, misalnya, karena dibutuhkan. Scalling seperti yang rutin dilakukan kami tolak. Kalau penambalan yang butuh pengeboran banyak biasanya ditunda dengan penambalan sementara" ucap Shaliha.