Rabu 21 Jul 2021 19:00 WIB

Asosiasi Minta Pemerintah Beri Subsidi Separuh Gaji Karyawan

Pengusaha sulit membayar gaji karyawan saat PPKM Darurat.

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Dwi Murdaningsih
Ibu dan anak pergi ke mall dan berbelanja (ilustrasi).
Foto: Republika/ Wihdan
Ibu dan anak pergi ke mall dan berbelanja (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) meminta pemerintah memberikan subsidi 50 persen gaji bagi para pekerja. Sebab, penerapan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat yang mengharuskan pusat belanja atau mal tutup sepenuhnya, membuat para pengusaha sulit membayar gaji karyawan.

"Kami berharap pemerintah bisa membantu subsidi gaji pegawai sebesar 50 persen, kurang lebih. Nantinya subsidi ini tidak perlu diberikan kepada pusat belanja tapi bisa langsung diberikan kepada para pekerja melalui BPJS Ketenagakerjaan ataupun mekanisme lain," kata Ketua APPBI Alphonzus Widjaja dalam konferensi pers virtual, Rabu (21/7).

 

Ia menilai, bantuan subsidi gaji akan sangat membantu mencegah Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Dirinya menjelaskan, saat ini para pekerja di pusat perbelanjaan sebagian sudah dirumahkan meski masih dibayar penuh.

 

Bila penerapan PPKM Darurat diperpanjang, lanjutnya, pekerja akan dirumahkan dengan gaji tidak dibayar penuh. Kemudian pilihan terakhir yakni PHK.

 

"Jadi ini tergantung berapa lama PPKM Darurat berlangsung. Kami berharap opsi terakhir itu tidak terjadi," tuturnya.

 

Dirinya berharap, pemerintah juga bisa memberikan relaksasi dan subsidi lainnya, seperti listrik, gas, pajak reklame hingga Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Ia menjelaskan, biaya tersebut harus ditanggung pengusaha dengan besaran sama, karena ada ketentuan pemakaian minimum. Padahal saat pusat perbelanjaan tidak diperkenankan beroperasi, pengusaha atau industri tidak menggunakan listrik dan gas.

 

"Kami sepenuhnya mendukung kebijakan pemerintah, tapi kami juga harap pemerintah bisa bantu pusat perbelanjaan. Pada saat PPKM Darurat ini pun kami harus banyak beri bantuan kebijakan ke penyewa karena mereka tidak bisa operasi. Di sisi lain banyak biaya yang dibebankan tetap harus ditanggung, nilainya tidak berubah meski pusat belanja tutup," tegas dia.

 

Alphonzus mengungkapkan, kondisi keuangan perusahaan semakin berat. Bahkan lebih berat sejak tahun lalu. Sebab kini perusahaan tidak lagi memiliki dana cadangan.

 

"Memang benar sebelum lonjakan kasus positif, di semester I 2021 kondisi sudah lebih baik dari 2020 tapi di semester I kemarin hanya boleh operasi 50 persen jadi tetap defisit. Jadi setelah tidak punya dana cadangan, memasuki 2021 tanpa dana cadangan kondisinya masih defisit ditambah PPKM Darurat," jelasnya.

 

Maka dirinya berharap, pemerintah bisa meringankan beban biaya perusahaan atau pusat perbelanjaan. Setidaknya disaat tidak boleh beroperasi sementara.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement