REPUBLIKA.CO.ID, JEMBER -- Relawan pemakaman jenazah COVID-19 Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) di Kabupaten Jember, Jawa Timur, dianiaya warga. Penganiayaan ini terjadi usai peristiwa pengambilan paksa jenazah terkonfirmasi positif yang akan dimakamkan secara protokol kesehatan COVID-19.
"Warga merebut peti jenazah dan membukanya, kemudian mereka berencana untuk memandikan jenazah tersebut. Hal itu tidak sesuai dengan protokol pemulasaran jenazah yang terkonfirmasi positif," kata Pelaksana Tugas Kepala BPBD Jember Moh. Djamil, Jumat (23/7).
Upaya paksa pengambilan jenazah pasien itu terjadi di di Desa Jatisari, Kecamatan Pakusari, Kabupaten Jember pada Sabtu (17/7). Relawan dipukul hingga dilempari batu.
Menurutnya, relawan BPBD Jember memutuskan untuk kembali ke markas karena situasi tidak kondusif. Namun ada warga yang mencoba menghadang relawan baik menggunakan kendaraan maupun yang berjalan kaki.
"Ada dua relawan yang mengaku dipukul dan salah satu relawan tangannya dipelintir hingga kesakitan dan terjatuh, bahkan ada relawan yang kepalanya terkena lemparan batu. Itu sungguh keterlaluan," tuturnya.
Ia mengatakan warga sepertinya tidak terima jenazah tersebut dimakamkan secara protokol COVID-19. Namun, caranya salah dengan melakukan penganiayaan kepada relawan yang memakamkan jenazah yang terkonfirmasi positif.
"Kami hanya menjalankan tugas untuk memakamkan warga yang terkonfirmasi positif COVID-19, sehingga seharusnya warga bisa memahami tugas kami dan membantu untuk pemakaman," katanya.
Djamil mengatakan kejadian serupa terkait penolakan keluarga terhadap pemakaman secara protokol COVID-19 sering terjadi, namun tidak separah yang terjadi di Desa Jatisari, Kecamatan Pakusari."Kami berharap jangan sampai kejadian penganiayaan kepada relawan pemakaman jenazah COVID-19 terulang kembali di Jember dan kami mendesak dilakukan proses hukum terkait kejadian tersebut," katanya.
Selain itu, lanjut dia, BPBD Jember meminta jaminan keamanan bagi para relawan yang bekerja memakamkan jenazah yang terkonfirmasi positif COVID-19. Sebab, relawan terkadang pulang hingga pagi karena banyaknya jenazah yang dimakamkan.
"Kami hanya menjalankan tugas dan saat kejadian penganiayaan yang dilakukan warga terhadap relawan juga diketahui oleh kapolsek setempat dan muspika, sehingga kami tidak akan melaporkan kasus itu ke aparat kepolisian karena bukan delik aduan," ujarnya.