Ahad 25 Jul 2021 03:45 WIB

Apapun Bentuk Kekerasan pada Nakes adalah Pelanggaran Hukum

Masyarakat banyak menerima informasi yang tidak jelas, hingga mengakibatkan emosi.

Rep: S Bowo Pribadi / Red: Agus Yulianto
Ketua DPW PPNI Provinsi Jawa Tengah, Dr Edy Wuryanto SKp MKes
Foto: Republika/bowo pribadi
Ketua DPW PPNI Provinsi Jawa Tengah, Dr Edy Wuryanto SKp MKes

REPUBLIKA.CO.ID, UNGARAN -- Ketua Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Jawa Tengah, Edy Wuryanto mengaku, prihatin atas terjadinya insiden keributan yang melukai perawat di RSUD Gunawan Mangunkusumo, Ambarawa, Kabupaten Semarang. Insiden keributan tersebut bisa menjadi pembelajaran bagi semua.

Saat menggelar konferensi pers di RSUD Gunawan Mangunkusumo--secara pribadi--ia bisa memahami tidak mudah menghadapi pandemi Covid-19. Apalagi jika anggota keluarga sendiri yang meninggal dunia.

Di sisi yang lain, insiden keributan tersebut bisa menjadi pembelajaran bagi semua. Apapun bentuk kekerasan terhadap tenaga kesehatan, merupakan pelanggaran hukum dan itu tidak boleh dilakukan.

“Apalagi, situasi tenaga kesehatan yang sedang ‘mati-matian’ melayani masyarakat. Jumlahnya sudah semakin sedikit karena banyak di antara mereka yang juga ikut terpapar Covid-19,” ungkapnya, Sabtu (24/7).

Pasien yang masuk rumah sakit, jelas Edy, jumlahnya kian bertambah banyak. Beban kerja tenaga kesehatan pun menjadi tidak imbang dengan jumlah pasien yang harus mendapatkan pelayanan di rumah sakit.

Sementara para tenaga kesehatan juga menanggung risiko yang sangat besar terhadap paparan Covid-19. “Ini situasi yang harus betul-betul dipahami oleh masyarakat,” tegasnya.

Oleh karena itu, kata Anggota Komisi IX DPR RI ini, semua masyarakat harus saling sabar dan bisa menjaga diri. Tidak ada niat sedikit pun rumah sakit maupun tenaga kesehatan untuk tidak memberikan pelayanan yang terbaik.

Semua rumah sakit dan tenaga kesehatan punya komitmen yang sama, karena semua dokter dan perawat terikat dengan sumpah profesinya masing masing dan itu tidak bisa diingkari. Maka, apa yang terjadi di RSUD Gunawan Mangunkusumo jangan terjadi lagi di rumah sakit yang lain.

Menurutnya, masyarakat terlalu banyak menerima informasi yang tidak jelas, hingga mengakibatkan emosinya tinggi, tidak terkontrol perilakunya sehingga membahayakan keselamatan orang lain. Khususnya tenaga kesehatan yang sedang bekerja di rumah sakit.

“Ini pembelajaran penting, saya bisa paham kalau rumah sakit ini bisa memahami situasi saat insiden terjadi. Tapi ini situasi yang menyakitkan bagi tenaga kesehatan dan tidak boleh terjadi di kemudian hari,” tegasnya.

Karena semua sedang berpikir pandemi Covid-19 harus selesai dan pasukan tempurnya itu tenaga kesehatan. Kalau kemudian jumlah tenaga kesehatan yang terpapar dan gugur semakin banyak.

Sementara perlakuan publik kepada tenaga kesehatan di rumah sakit buruk, siapa lagi yang akan menjadi pasukan tempur di lapangan. “Tidak ada lagi,” tandas Edy.

Perawat, lanjutnya, sangat berat karena menanggung semua risiko. Dokter memiliki intensitas bertemu dengan pasien terbatas, tetapi perawat 24 jam. Suka-duka pasien dan keluarga ada pada perawat.

Mereka marah dengan perawat, mereka senang juga dengan perawat. Jadi posisi ini harus dipahami betul. Kalau kemudiaan RSUD Gunawan Mangunkusumo memilih damai, saya tidak akan persoalakan lagi.

Tetapi masyarakat juga harus sadar betul, bahwa ini adalah pelanggaran hukum yang tak boleh terjadi di manapun di negeri ini. Baik sebagai Ketua PPNI Jawa Tengah maupun sebagai anggota Komisi IX DPR RI, hal tersebut akan menyulitkan.

“Saya tidak bisa membayangkan kalau tenaga medis merespon ini berlebihan dan kemudian melakukan upaya protes, siapa yang akan melayani para pasien. Jadi ini mudah- mudahan menjadi pelajaran bagi kita semua,” lanjutnya.

Dia juga menjelaskan, keselamatan kerja menjadi bagian penting. Karena semua sudah tahu beban kerja tenaga kesehatan, khususnya perawat. Sudah insentifnya tidak tertangani dengan baik, beban kerjanya tinggi, sudah mati-matian memback up Pemerintah  mencari relawan- relawan baru agar mereka mau mengisi kekosongan rumah sakit yang kekurangan tenaga kesehatan.

Tetapi di saat yang bersamaan perlakuan masyarakat sangat menyakitkan. Atas insiden tersebut ia meminta agar SOP dilaksanakan dengan baik. Jadi semua rumah sakit, semua tenaga kesehatan, menjalankan SOP betul- betul dijalankan dengan baik.

komunikasi dengan pihak keluarga pasien juga dijaga dengan baik. Karena semua berpangkal dari mis komunikasi. Kadang bekerja menangani orang banyak ada hal-hal yang tertinggal sedikit, tetapi yang sedikit bisa memicu penyebab permasalahan.

“Maka kalau SOP dilaksanakan dengan baik, tentu akan meminimalkan insiden- insiden semacam ini,” tegas Edy.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement