REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Presiden Prancis Emmanuel Macron menuntut penjelasan resmi dari Perdana Menteri Israel Naftali Bennett atas perangkat pemata-mataan (spyware) Pegasus yang dikembangkan NSO Grup yang berbasis di Israel.
Tuntutan itu disampaikan Macron saat ia melakukan pembicaraan dengan Bennett melalui telepon, Sabtu (24/7). Stasiun TV Channel 12 Israel menyebutkan. Macron menyatakan kegusarannya tentang laporan telepon selulernya dan milik pejabat pemerintah Prancis lainnya disadap.
Bennet berjanji penyelidikan tingkat paling tinggi akan diluncurkan, namun mencatat insiden itu terjadi sebelum dirinya dilantik sebagai perdana menteri. Sedikitnya 10 negara, seperti Bahrain, Kazakhstan, Meksiko, Maroko, Azerbaijan, Hungaria, India, dan Uni Emirat Arab (UAE) diduga merupakan pelanggan NSO Grup. Spyware diduga digunakan untuk mengawasi para pegiat, wartawan, pengacara, dan politikus.
Perangkat pemata-mataan itu dilaporkan mampu mengubah telepon seluler menjadi alat pengintai yang dapat mengakses pesan, kamera, rekaman audio, dan aplikasi. Presiden Perancis Emmanuel Macron telah mengubah nomor ponsel dan nomor telepon usai munculnya laporan perangkat lunak mata-mata (spyware) Pegasus.
"Dia punya beberapa nomor telepon. Ini tidak berarti dia dimata-matai. Ini hanya masalah keamanan tambahan," kata seorang pejabat kepresidenan Orancis, seperti dikutip situs Middle East Eye, Jumat (24/7).
Juru bicara pemerintah, Gabriel Attal, mengatakan protokol keamanan presiden sedang disesuaikan dengan insiden tersebut.