REPUBLIKA.CO.ID, KABUL -- Misi Bantuan PBB untuk Afghanistan (UNAMA) melaporkan, hampir 2.400 warga sipil Afghanistan tewas atau terluka pada Mei dan Juni saat meningkatnya pertempuran antara Taliban dan pasukan keamanan Afghanistan. Ini merupakan jumlah tertinggi sejak pencatatan dimulai pada 2009.
UNAMA mengatakan, mereka telah mendokumentasikan 5.183 korban sipil antara Januari dan Juni. Sebanyak 1.659 di antaranya meninggal dunia. Jumlah tersebut naik 47 persen dari periode yang sama tahun lalu.
Angka-angka tersebut menggarisbawahi situasi yang mengerikan bagi warga sipil Afghanistan ketika pertempuran sengit terjadi pada Mei dan Juni. Pertempuran terjadi setelah Presiden AS Joe Biden mengumumkan penarikan pasukan Amerika dan mengakhiri 20 tahun kehadiran militer asing di negara itu.
“Saya memohon kepada para pemimpin Taliban dan Afghanistan untuk memperhatikan lintasan konflik yang suram dan mengerikan serta dampaknya yang menghancurkan terhadap warga sipil,” kata perwakilan khusus Sekjen PBB untuk Afghanistan, Deborah Lyons, dilansir Aljazirah, Senin (26/7).
"Laporan itu memberikan peringatan yang jelas bahwa jumlah warga sipil Afghanistan akan binasa dan cacat, jika kekerasan yang meningkat tidak dibendung,” ujar Lyons menambahkan.
PBB memperingatkan, tanpa penurunan eskalasi kekerasan yang signifikan, Afghanistan akan mencatat jumlah korban sipil tertinggi sepanjang 2021.
Bentrokan hebat telah terjadi dalam dua bulan terakhir di Afghanistan, tepatnya setelah pasukan asing menarik diri dari negara tersebut. Taliban melancarkan serangan besar-besaran dan menguasai distrik pedesaan, termasuk penyeberangan perbatasan dan ibu kota provinsi sekitarnya. Hal ini mendorong pasukan Afghanistan dan AS melakukan serangan udara untuk melawan Taliban.
Sebuah survei yang dilakukan oleh kantor berita DPA pada pertengahan Juli mengungkapkan,Taliban sekarang menguasai lebih dari setengah distrik Afghanistan. Mereka berupaya untuk menduduki beberapa ibu kota provinsi.
Para perunding telah bertemu di ibu kota Qatar, Doha, dalam beberapa pekan terakhir. Tetapi para diplomat telah memperingatkan bahwa hanya ada sedikit kemajuan substantif sejak pembicaraan damai dimulai pada September. Sementara itu, penarikan pasukan AS-NATO telah mencapai lebih dari 95 persen selesai dan akan selesai pada 31 Agustus.