REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Senator asal Papua Barat Filep Wamafma mengutuk keras tindakan dua oknum TNI AU yang melakukan penjemputan paksa dan tindakan kekerasan terhadap seorang warga sipil Papua di Merauke. Peristiwa yang terjadi di warung makan itu terekam dalam sebuah video dan viral di media sosial. Dalam video tersebut nampak oknum TNI AU melakukan kekerasan dan sempat menginjak kepala Orang Asli Papua (OAP).
“Sebagai Senator dan anggota Komite I DPD RI mengutuk keras tindakan yang tidak berperikemanusiaan tersebut. Hal ini membuktikan bahwa masih ada oknum anggota TNI maupun aparat keamanan di tanah Papua yang belum memahami atau tidak memahami tentang wawasan kebangsaan, tentang berkehidupan dengan pemahaman empat pilar kebangsaan yang ditorehkan oleh founding father negara ini,” tegas Filep dalam keterangan tertulisnya, Rabu (28/7).
Menurut Filep Wamafma, perilaku dua oknum anggota TNI AU tersebut telah mencoreng institusi TNI di tanah Papua. Peristiwa tersebut dikhawatirkan akan semakin memupuk ketidakpercayaan rakyat terhadap institusi negara termasuk ketidakpercayaan rakyat terhadap komitmen pemerintah dan negara dalam penanganan persoalan Papua secara damai dan bijaksana.
“Kami sangat prihatin bahwa kehadiran atau perilaku-perilaku oknum TNI ini membuat semakin hari rakyat Papua semakin tidak percaya terhadap institusi pemerintah,” keluh Filep.
Selain itu Filep juga mengkritisi beberapa hal yang ganjil yang terjadi pada peristiwa tersebut. Karena itu ia mendesak pihak TNI AU maupun tim penyidik menelusuri secara mendalam dalam upaya penegakan hukum yang adil dan bermartabat. Pertama, bagaimana mungkin dua oknum dengan status sebagai Provos menjemput korban di rumah makan. Hal ini tidak masuk dalam logika manapun.
"Kami menilai bahwa hal ini tidak masuk di akal, apa sesungguhnya tugas dan fungsi Provos jika hanya kasus seperti itu, hanya soal makan seperti itu dan hanya soal perdebatan seperti itu di rumah makan tapi kemudian melakukan penjemputan paksa dan tindakan main hakim sendiri oleh 2 oknum tersebut kepada warga sipil, hal ini sekali lagi tidak masuk dalam logika," kata Filep.
Kedua, lanjut Filep, tempat kejadian perkara adalah di warung makan. Tentunya dalam penanganan peristiwa yang berkaitan dengan tindak pidana umum maupun tindak pidana tertentu diatur dalam undang-undang dan yang diberikan wewenang adalah kepolisian. Tetapi dalam peristiwa yang terjadi oleh 2 oknum ini seolah-olah warung makan tersebut adalah warung makan “milik pemilik TNI angkatan Udara”.
Filep menegaskan, pihaknya sudah sering kali mengingatkan, Panglima TNI maupun Kapolri untuk menghentikan kekerasan dan segala tindakan yang tidak sesuai dengan perikemanusiaan terhadap warga Papua. Dia juga berharap, penanganan persoalan di Papua selalu mengedepankan dialog damai dan penerapan 4 pilar kebangsaan sehingga kehidupan rakyat di Papua dapat harmonis dalam bingkai NKRI.
"Berikanlah suasana yang sejuk dan damai bagi warga Papua. Cintailah orang Papua seperti engkau mencintai dirimu sendiri, kasihanilah orang Papua seperti engkau mengasihi suku bangsamu dan budayamu. Itulah kunci daripada kehidupan dalam kemajemukan berbangsa dan bernegara," terang Filep.
Filep juga menilai, sebagus apapun kebijakan pemerintah berikan kepada Papua tapi sepanjang cara pandang pemerintah, TNI dan Polri terhadap orang Papua semacam itu tentu akan mencederai kebijakan-kebijakan yang telah dibuat. Maka ia meminta adanya proses penegakan hukum segera dengan keputusan hukum yang adil tanpa tebang pilih. Menurutnya, setiap pelaku pelanggar hukum harus ditindak dengan tegas agar dapat memberikan efek jera.
"Berharap semua institusi TNI maupun Polri di tanah Papua tidak kembali melakukan tindakan-tindakan rasis dan tidak berperikemanusiaan kepada orang asli Papua," tutur Filep.