REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi VIII DPR RI, Bukhori Yusuf, menyoroti temuan pungutan liar (pungli) bantuan sosial (bansos). Menurutnya, untuk mengantisipasi adanya praktik pungli bansos, perlu ada pengawasan secara terbuka.
"Pembagiannya yang bisa dipantau media, dewan, dan masyarakat, dan jika terbukti ada pungli maka harus ditindak tegas," kata Bukhori kepada Republika, Ahad (1/8).
Menurutnya, pelibatan aparat penegak hukum dalam penyaluran bansos juga perlu dilakukan. Hal tersebut untuk memastikan pungli bansos tidak terulang kembali di kemudian hari.
"Polisi dan penegak hukum harus mendampingi selain para wakil rakyat juga harus memantau," ujarnya.
Sebelumnya Polres Metro Tangerang Kota mendalami kasus pungutan liar terhadap warga penerima bantuan sosial di wilayah Karang Tengah, Kota Tangerang, Banten. Sejumlah warga yang merupakan penerima bansos program keluarga harapan (PKH) diperiksa untuk dimintai keterangan mengenai masalah tersebut.
Pemeriksaan itu dilakukan menyusul adanya dugaan pungli bansos dalam kegiatan inspeksi dadakan (sidak) Menteri Sosial RI Tri Rismaharini terhadap penerima PKH di Karang Tengah pada Rabu (28/7).
“Permasalahan, adanya dugaan pemotongan uang bantuan sosial PKH yang dilakukan oleh pendamping PKH di Kelurahan Karang Tengah, Kecamatan Karang Tengah, Kota Tangerang,” ujar Kepala Sub Bagian (Kasubag) Humas Polres Metro Tangerang Kota Kompol Abdul Rachim kepada Republika, Kamis (29/7).
Sementara itu Menteri Sosial Tri Rismaharini meminta masyarakat melaporkan kejadian serupa agar oknum pelaku bisa ditindak. Mabes Polri menyatakan, pihaknya telah menginstruksikan kepolisian di daerah untuk menindaklanjuti setiap aduan masyarakat terkait adanya pemotongan dana bansos Covid-19.
Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Mabes Polri Komisaris Jenderal (Komjen) Agus Adrianto mengatakan, kepolisian bekerja sama dengan Kementerian Sosial dalam pengawasan penyaluran dana Bantuan Sosial Tunai (BST) dan Program Keluarga Harapan (PKH) maupun BPNT. “Saya sudah perintahkan Dirtipikor (Direktorat Tindak Pidana Korupsi) untuk menangani (setiap aduan) dan berkoordinasi dengan Kementerian Sosial,” kata Agus saat dihubungi Republika, Kamis (29/7).