REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Ekonomi M Chatib Basri menilai, pertumbuhan ekonomi pada kuartal II 2021 menunjukkan terjadinya perbaikan secara konsisten. Seperti diketahui, Badan Pusat Statistik (BPS) telah mengumumkan pada kuartal tersebut ekonomi tumbuh hingga 7,07 persen year on year (yoy), sebelumnya pada periode sama tahun lalu terkontraksi 5,32 persen.
Chatib menjelaskan, peningkatan itu seiring dengan kenaikan tren pertumbuhan atau leading indicator. "Angka penjualan mobil meningkat, terima kasih atas kebijakan PPnBM (Pajak Penjualan atas Barang Mewah) pada waktu itu yang mendorong konsumsi otomotif," ujarnya dalam Dialog Ekonomi, Kamis (5/8).
Ia melanjutkan, kenaikan pertumbuhan ekonomi juga didorong kenaikan ekspor sebesar 31 persen. Hal tersebut turut mendorong industri manufaktur.
"Ekspor ini kontribusinya besar sekali. Tentu dilihat juga dari manufakyur secara sektoral yang tumbuh sekitar enam persen dan comodity prices yang harganya cukup mahal (misal) kelapa sawit," kata dia. Peningkatan industri manufaktur dan harga komoditas, lanjutnya, juga memengaruhi kenaikan penerimaan pajak pemerintah. Maka, ujar Chatib, penerimaan pajak tahun ini lebih baik dibandingkan tahun lalu.
Faktor lain yang mendorong peningkatan pertumbuhan ekonomi, sambungnya, yakni pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang menembus 5,93 persen. "Kontribusi konsumsi rumah tangga terhadap GDP (Produk Domestik Bruto) kita 50 persen, jadi kalau konsumsi naik pasti rata-rata komponen GDP lain ikut naik," jelas dia.
Chatib menuturkan, kenaikan konsumsi rumah tangga disebabkan beberapa hal. Di antaranya mobilitas yang kembali bergerak karena situasi setelah Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) pada Januari lalu pandemi menurun.
"Mobilitas meningkat, sektor perdagangan, leading indicator konsistensi menunjukkan pertumbuhan. Permintaan naik akibat kembali mobilitaa kembali, permintaan sektor rumah tangga direspon dengan pertambahan produksi," ujarnya.
Berikutnya, kata dia, investasi pun naik konsisten dengan kenaikan impor. "Saya tidak khawatir impor naik, karena 90 persen kenaikannya merupakan bahan baku dan bahan modal, berarti investasi naik. Ini kenapa pertumbuhan ekonomi capai 7 persen," tutur Chatib.