REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyatakan Pemrpov DKI Jakarta kelebihan bayar dengan nilai hingga mencapai Rp 1,1 miliar untuk pengadaan alat rapid test Covid-19 pada 2020. Hal tersebut disampaikan BPK dalam laporan hasil pemeriksaan (LHP) atas laporan keuangan Pemprov DKI Tahun 2020 yang disahkan oleh Kepala BPK Perwakilan DKI Jakarta Pemut Aryo Wibowo pada 28 Mei 2021.
Berdasarkan pemeriksaan BPK pada dokumen pertanggungjawaban pembayaran, ditemukan dua penyedia jasa pengadaan rapid test Covid-19 dengan merek serupa dalam waktu yang berdekatan. Namun, pengadaan itu memiliki harga yang berbeda.
Pertama, pengadaan alat rapid test Covid-19 IgG/IgM dalam satu kemasan isi 25 test cassete merk Clungene yang dilaksanakan oleh PT NPN dengan surat penawaran penyedia jasa tertanggal 18 Mei 2020. Pekerjaan dilaksanakan dengan nilai kontrak Rp 9,8 miliar dengan jenis kontrak harga satuan, waktu pelaksanaan kontak selama 19 hari mulai 19 Mei sampai 8 Juni.
Dalam pelaksanaannya, kontrak itu mengalami adendum dikarenakan pergantian penerbangan pengiriman dari bandara asal, sehingga jangka waktu kontraknya berubah menjadi sampai 14 Juni 2020. Pengerjaan pun dinyatakan selesai pada 12 Juni, dengan jumlah pengadaan 50 ribu pieces dengan harga per unit barang Rp 197 ribu (tidak termasuk PPN).
Kedua, pengadaan alat rapid tes Covid-19 IgG/IgM dalam satu kemasan isi 25 tes merk Clungene yang dilaksanakan oleh PT TKM. Pekerjaan dilakukan berdasarkan kontrak pada 2 Juni senilai Rp 9 miliar. Jenis kontrak adalah harga satuan dengan jangka waktu pelaksanaan selama empat hari sejak 2 Juni hingga 5 Juni dengan jumlah pengadaan sebanyak 40 ribu unit dengan harga per unit Rp 222 ribu.
Dari hasil konfirmasi BPK, PT NPN dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), PT NPN menyatakan tidak tahu jika terdapat pengadaan rapid test Covid-19 serupa dengan jumlah yang lain di luar perusahaannya. PT NPN menyatakan masih menyanggupi permintaan jika dinas kesehatan melakukan penawaran ke perusahaannya karena stok alat rapid test masih tersedia.
"Menurut PPK, rekomendasi penyedia yang bisa menyediakan barang diperoleh dari seksi survilans pada Bidang Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan," dikutip dari laporan itu.
Lebih lanjut, hasil wawancara BPK terhadap PT TKM, diketahui bahwa perusahaan itu mendapat undangan melakukan pengadaan sebanyak 40 ribu unit dari Dinkes DKI. Kemudian, memberikan bukti kewajaran harga berupa bukti transfer pembelian rapid ke Biz PTE LTD Singapura seharga 14 dolar AS per unitnya.
BPK menyebut Biz PTE LTD Singapura merupakan perusahaan yang memiliki hak beli dari HCB di China, sehingga PT TKM terbukti membeli barang lebih mahal, sehingga harga penawarannya wajar. Bila dilihat dari proses penunjukan, BPK menilai seharusnya PPK dapat mengutamakan dan memilih penyedia jasa yang sebelumnya mengadakan produk sejenis dan stok tersedia, namun dengan harga yang lebih murah.
"Berdasarkan uraian di atas, bila disandingkan pengadaan kedua penyedia tersebut, terdapat pemborosan atas keuangan daerah senilai Rp 1.190.908.00," tulis BPK di laporan tersebut. Dalam laporan itu juga, dijelaskan Kepala Dinas Kesehatan menyatakan sependapat dengan hasil pemeriksaan itu dengan penjelasan, antara lain ketelitian dan kecermatan sulit dilakukan dalam hal kondisi saat proses pengadaan, mengingat harga satuan yang sangat beragam, ketersediaan stok yang sangat fluktuatif, dan kecepatan pemesanan.
"Dan PPK kurang cermat dalam verifikasi awal dokumen penawaran penyedia dalam keadaan darurat penanganan pandemi Covid-19 yang mengutamakan keselamatan dan penanganan segera," tulis BPK.
BPK juga merekomendasikan Pemprov DKI agar memerintahkan kepala Dinas Kesehatan untuk menginstruksikan PPK supaya lebih cermat dalam meneliti data-data pengadaan atas barang yang sama dari penyedia sebelumnya untuk dipakai sebagai acuan dalam penunjukan langsung.
Adapun Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria menyatakan pihak Pemprov telah menginstruksikan dinas terkait untuk menindaklanjuti temuan BPK, seperti yang menjadi rekomendasi badan negara tersebut. "Kami telah mengklarifikasi, menjelaskan semua, bahkan telah ditindaklanjuti sesuai rekomendasi," ujar Riza.