Rabu 18 Aug 2021 20:30 WIB

AS Bekukan Dana Bank Sentral Afghanistan

AS juga menghentikan pengiriman uang ke Afghanistan

Rep: Fergi Nadira/ Red: Nur Aini
Milisi Taliban berjaga di sebuah pos pemeriksaan di Kandahar, Afghanistan, 17 Agustus 2021. Salah satu pendiri Taliban Abdul Ghani Baradar, pada 16 Agustus, menyatakan kemenangan dan mengakhiri perang selama puluhan tahun di Afghanistan, sehari setelah gerilyawan memasuki Kabul untuk menguasai negara.
Foto: EPA-EFE/STRINGER
Milisi Taliban berjaga di sebuah pos pemeriksaan di Kandahar, Afghanistan, 17 Agustus 2021. Salah satu pendiri Taliban Abdul Ghani Baradar, pada 16 Agustus, menyatakan kemenangan dan mengakhiri perang selama puluhan tahun di Afghanistan, sehari setelah gerilyawan memasuki Kabul untuk menguasai negara.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Amerika Serikat (AS) telah membekukan hampir 9,5 miliar dolar AS (atau sekitar Rp 136,7 triliun) aset milik bank sentral Afghanistan. Menurut seorang pejabat pemerintahan AS, pemerintah AS juga menghentikan pengiriman uang tunai ke negara tersebut.

Hal itu dilakukan untuk mencegah pemerintah yang dipimpin Taliban mengakses uang tersebut. Pejabat pemerintah AS mengatakan, bahwa aset bank sentral apapun yang dimiliki pemerintah Afghanistan di AS tidak akan tersedia untuk Taliban.

Baca Juga

Penjabat kepala Da Afghan Bank (DAB), bank sentral Afghanistan, Ajmal Ahmady mengatakan, bahwa dia mengetahui bahwa pengiriman dolar akan berhenti ketika AS mencoba untuk memblokir segala upaya Taliban untuk mendapatkan akses ke dana tersebut. DAB memiliki aset senilai 9,5 miliar dolar AS, sebagian besar ada di rekening Federal Reserve New York dan lembaga keuangan yang berbasis di AS.

Menurut dua orang yang mengetahui masalah tersebut, sanksi AS terhadap Taliban berarti mereka tidak dapat mengakses dana apa pun. Sebagian besar aset DAB saat ini tidak disimpan di Afghanistan. Namun hingga berita ini dimuat oleh Aljazirah, Departemen Keuangan AS menolak berkomentar.

Hingga Selasa (17/8) nilai tukar Afghani turun 4,6 persen menjadi 86,0625 per dolar AS. Ahmady berkata, penurunan tersebut sudah terjadi selama empat hari terakhir dan tidak tertutup kemungkinan masih akan berlanjut. Apalagi, kata dia, sudah tidak ada lagi pengiriman dollar sedari Jumat kemarin yang membatasi suplai mata uang dan berujung pada kepanikan.

"Nilai tukar naik dari stabil 81 dolar AS menjadi nyaris 100 dolar AS lalu turun lagi ke 86 dolar AS. Saya sudah menggelar pertemuan (sebelum kabur) pada Sabtu kemarin untuk meminta bank dan institusi keuangan lainnya menenangkan," ujar Ahmady di Twitter seperti dilansir laman Gulf News, Rabu (18/8).

Kelompok Taliban dengan kilat menguasai Afghanistan sehingga memunculkan gelombang kejut bagi negara-negara di dunia. Kondisi di Afghanistan juga tak lepas dari peran AS di sana. AS bertekad menghabisi Taliban dengan dalih kelompok itu melindungi Usamah bin Ladin yang dituding sebagai otak serangan 11 September 2001. Namun, sejak invasi ke Afghanistan pada 2001 yang merenggut ratusan ribu jiwa, pendudukan selama dua dekade serta kucuran triliunan dolar AS, target itu ternyata sukar dicapai.

AS kemudian memulai perundingan damai dengan Afghanistan sejak awal 2020. Klausul perjanjian itu, Taliban tidak menyerang AS dengan syarat seluruh pasukan AS di Afghanistan ditarik.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement