REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua DPR RI Puan Maharani menyoroti adanya sejumlah fasilitas kesehatan (faskes) yang masih menetapkan harga polymerase chain reaction (PCR) test di atas batas tarif tertinggi yang ditetapkan pemerintah. Beberapa rumah sakit, klinik, dan laboratorium dilaporkan ‘mengakali’ harga tes PCR dengan berbagai cara.
"Pemerintah sudah menetapkan batas tarif tertinggi pemeriksaan tes PCR yang merupakan salah satu upaya untuk memperkuat pengetesan kasus Covid-19. Seluruh fasilitas kesehatan baik rumah sakit (RS), klinik, dan lab harus mematuhi ketentuan tersebut," ungkap Puan di Jakarta, Jumat (20/8).
Ketentuan batas tarif atas tes PCR diatur dalam Surat Edaran (SE) Kementerian Kesehatan No. HK.02.02/1/2845/2021 dan mulai berlaku sejak Selasa (17/8) lalu. Sesuai instruksi Presiden Joko Widodo (Jokowi), Kemenkes mengatur batas tarif tertinggi tes PCR di Jawa-Bali berkisar Rp 495 ribu dan luar Jawa-Bali Rp 525 ribu.
Hanya saja sejumlah faskes di Jakarta dilaporkan melanggar ketentuan itu dengan menetapkan tarif melebihi batas tarif atas melalui penambahan komponen biaya, penawaran layanan premium, hingga layanan hasil instan.
Atas temuan tersebut, Puan berharap pemerintah dalam memberikan teguran atau sanksi kepada faskes-faskes tersebut harus dilakukan dengan tegas.
“Jangan pemerintah sudah menurunkan harga tes PCR, tapi faskes di bawah mengakali rakyat dengan tambahan biaya ini itu. Faskes tersebut harus ditindak tegas,” tutur Puan.
Lebih jauh Puan menjelaskan, persoalan kesehatan, apalagi yang masuk dalam kategori bencana nasional seperti Covid-19, seharusnya tidak dijadikan ajang pihak tertentu untuk mencari keuntungan sebesar-besarnya.
“Kemenkes harus tindak tegas faskes yang melakukan pelanggaran, tidak bisa hanya dengan sekadar melakukan teguran,” tegas Puan lagi.
Dia juga meminta Kemenkes melalui Dinas Kesehatan di masing-masing daerah melakukan pengawasan yang ketat. Dinkes dinilai bisa menggandeng Polri dalam melakukan pemantauan.
“Kemenkes sudah menegaskan metode penambahan komponen hingga layanan premium dan instan untuk menambah harga tes PCR telah melanggar aturan. Karena batas tarif atas itu berdasarkan ketentuan sudah termasuk biaya administrasi dan jasa dokter,” ucap Puan.
“Jadi tidak ada alasan lagi faskes menetapkan tarif tes PCR di atas batas tarif tertinggi. Dinkes bisa bekerja sama dengan kepolisian daerah untuk melakukan pengawasan sehingga ada aturan lebih rigid jika ada pelanggaran,” sambung perempuan pertama yang menjabat sebagai Ketua DPR RI tersebut.
Puan menegaskan, faskes juga tidak boleh menetapkan tes PCR lebih mahal dengan alasan hasil keluar lebih cepat. Sebab sudah ada instruksi dari pemerintah yang mengharuskan hasil tes keluar dalam 1x24 jam.
“Justru semakin cepat semakin bagus. Harus diingat faskes memiliki tugas kemanusiaan sebagai pelayanan kepada masyarakat. Jangan kemudian masalah waktu hasil lebih cepat dijadikan alasan menaikkan harga tes PCR, apalagi secara perhitungan faskes tidak rugi dengan batas tarif harga tertinggi itu,” tutur Puan.
Mantan Menko PMK ini mengatakan, penurunan harga tes PCR diharapkan bisa meningkatkan orang yang dites sehingga penanganan Covid-19 semakin lebih baik. Meski begitu, Puan mengingatkan seluruh faskes untuk tidak menurunkan kualitas pemeriksaan tes PCR.
“Harga tes menjadi lebih murah dari sebelumnya tidak boleh kemudian mempengaruhi kualitas. Meskipun tarif batas atas diturunkan, kualitas pemeriksaan PCR tidak boleh turun,” katanya.