REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Angggota Komisi II DPR, Guspardi Gaus, mengatakan semua pihak harus bersinergi untuk mensukseskan program vaksinasi Covid-19. Adanya perbedaan pandangan politik kepala daerah tingkat I dan II yang mengakibatkan penyaluran vaksin Covid-19 terkenda, tidak dibenarkan.
"Perlu kerja sama dengan lintas sektoral, dengan informal, apakah MUI, Muhammadiyah, NU, bekerja sama dalam rangka mengajak masyarakat untuk melakukan vaksinasi itu," ujar Anggota Komisi II DPR RI Guspardi Gaus, Senin (23/8/2021).
Guspardi meminta, masyarakat jangan dikorbankan karena perbedaan pandangan politik antara kepala daerah tingkat I dan II. Dia mengingatkan bahwa Pilkada sudah selesai.
"Masing-masing kepala daerah bertugas untuk bagaimana menjaga memelihara seluruh komponen masyarakat yang berada di daerahnya. Jadi, enggak ada lagi dikotomi. Ini orang partai saya, ini bukan orang partai saya, itu harus dijauhkan dari pikiran, perasaan dan lain sebagainya," katanya.
Guspardi menambahkan, memberantas Covid-19 di wilayah masing-masing juga menjadi tugas setiap kepala daerah. "Salah satu pirantinya itu adalah bagaimana sosialisasi vaksinasi bisa dilakukan secara tepat sasaran, efektif dan efisien," katanya.
Guspardi juga mengingatkan, untuk tidak saling menyalahkan terkait program vaksinasi Covid. Menurutnya, satu-satunya komando yang harus diikuti dalam penanganan Covid-19 adalah Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Ini kan negara NKRI. Dan kita harus tahu pemerintah, presidennya siapa? Jokowi," ucapnya.
"Jadi, kita harus satu padu dalam memberantas Pandemi Covid-19 dengan cara adalah bagaimana vaksinasi ini sukses kita laksanakan sesuai target pemerintah itu 80 persen dalam jangka waktu tertentu, harus satu padu elemen masyarakat tanpa kecuali. Kita ini satu kesatuan, tidak ada lagi beda pandangan politik, beda pandangan pilihan dan lain sebagainya," jelasnya menambahkan.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi II DPR Luqman Hakim menilai perbedaan pandangan dan kepentingan politik harus dibuang jauh-jauh dalam menghadapi bencana nasional Covid-19 ini. Luqman pun mendukung penuh pihak Istana untuk mengumumkan secara terbuka kepada masyarakat apabila ada menteri atau kepala daerah yang menolak menjalankan kebijakan vaksinasi.
"Sebut nama dan partai politiknya, apabila dia kader partai. Rakyat harus diberi kejelasan apa yang sebenarnya terjadi," kata Luqman Hakim secara terpisah.
Luqman mengatakan, pemerintah daerah adalah salah satu pelaksana dari kebijakan vaksinasi Covid-19. Sebagai pelaksana, kata dia, seharusnya pemerintah daerah dibekali dengan instruksi dan peralatan yang lengkap oleh pemerintah pusat.
Dia menambahkan, jika instruksi dan daya dukung diberikan dengan jelas kepada daerah, maka bisa dievaluasi pihak mana yang tidak bekerja dengan benar dalam pelaksanaan vaksinasi Covid-19. Dia melanjutkan, walaupun di daerah tertentu dipimpin kepala daerah yang secara politik berbeda, tetapi tanggungjawab vaksinasi tetap dipegang pemerintah pusat.
"Dengan kewenangan yang dimiliki, pemerintah pusat bisa menertibkan siapapun yang melenceng dari program vaksinasi" ucapnya.
Dia mengingatkan bahwa vaksinasi Covid-19 merupakan bagian dari kebijakan strategis nasional dalam merespons Covid-19 sebagai bencana nasional non alam. Dia menambahkan, presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintah memiliki kewenangan penuh mendayagunakan perangkat yang dimiliki negara, termasuk pemerintah daerah, agar menjadi pelaksana kebijakan strategis vaksinasi.
"Pihak manapun yang menghalangi pelaksanaan kebijakan vaksinadi dapat dijatuhkan tindakan hukum represif oleh aparat penegak hukum. Bila pihak yang membangkang adalah kepala daerah, maka UU memberi kewenangan pemerintah pusat untuk mencopot yang bersangkutan dari jabatannya," tegasnya.