REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam) memanggil pengelola kawasan perumahan Pantai Indah Kapuk (PIK). Pemanggilan ini untuk mengklarifikasi berbagai isu miring yang beredar di tengah masyarakat. Salah satunya terkait dengan pelarangan memasang bendera merah putih di area tersebut pada 17 Agustus lalu.
"Kami sengaja mengundang bapak-bapak untuk menjelaskan berbagai kasus yang viral di publik, sekaligus melalukan klarifikasi karena ini mengundang perdebatan dan bisa mempengaruhi kondisi politik dan keamanan tanah air," ujar Deputi Bidang Koordinasi Keamanan dan Ketertiban Masyarakat, Irjen Pol Armed Wijaya saat memimpin pertemuan, berdasarkan siaran pers, Selasa (24/8).
Sejumlah video yang viral di media sosial tentang beberapa kejadian pelarangan bagi masyarakat untuk masuk ke kawasan tertentu di PIK ditayangkan pada rapat itu. Pihak pengelola yang diwakili oleh pimpinan perusahaan, Restu Mahesa, menjelaskan, tudingan itu tidak benar dan sudah dibantah oleh pihaknya.
“Kami tidak pernah melarang pemasangan bendera merah putih, juga tidak benar kalau masuk ke kawasan PIK harus menggunakan paspor. Tentang tidak boleh ormas tertentu memasang bendera merah putih tanggal 17 Agustus lalu, karena kami khawatir terjadi kerumunan. Kami sendiri memasang bendera merah putih pak,” ujar Restu.
Kemudian, Deputi Bidang Koordinasi Hukum dan HAM Kemenko Polhukam Sugeng Purnomo mengingatkan, pihak pengelola PIK untuk lebih peka dan sensitif terhadap respons publik di berbagai media. Apabila kenyataannya pengelola PIK tidak melarang masyarakat seperti di berbagai video yang viral, dia meminta, mereka untuk melakukan strategi komunikasi yang tepat.
Baca juga : Resmi Turun, Tarif Swab PCR di Indonesia Termurah se-Asia
“Misalnya, pengelola membuat pengumuman atau publikasi bahwa area publik di kawasan itu terbuka untuk masyarakat luas, sehingga tidak muncul kesan kompleks ini elite dan hanya bisa diakses oleh orang tertentu saja karena secara hukum itu tidak dibenarkan” ujar Sugeng.
Setelah itu, pihak pengelola berjanji untuk lebih cermat ke depan dan akan memperbanyak sosialisasi agar terbangun hubungan baik dengan warga dan masyarakat. Sementara pihak Kemenko Polhukam mengingatkan, pengelola PIK agar tidak lagi terjadi perdebatan di publik, baik di media mainstream maupun media sosial, karena kebijakan pengelola kawasan itu yang dianggap membatasi hak masyarakat sebagai warga negara.
Sebelumnya, Wali Kota Jakarta Utara Ali Maulana Hakim mengatakan, pelarangan kegiatan ormas di Jembatan Pantai Indah Kapuk (PIK) 2, pada Selasa (17/8), menyangkut persoalan perizinan bukan karena pemasangan bendera merah putih dalam rangka perayaan Hari Kemerdekaan.
Ali menjelaskan, kegiatan tersebut dilarang karena berpotensi menimbulkan kerumunan di ruang publik, sehingga kepolisian resor (polres) setempat tidak mengizinkan. "(Pelarangan bukan) terkait pemasangan bendera, jangan salah. Jadi setiap acara kerumunan, itu harus ada izin keramaian dulu terkait PPKM ini. Tapi isunya (yang viral) belok ke pemasangan bendera. Sebenarnya bukan pemasangan bendera yang masalah. Kalau mau pasang bendera, ya pasang saja," ujar Ali.
Ali mengatakan, Pemerintah Kota Jakarta Utara tidak pernah melarang masyarakat memasang bendera di jembatan tersebut. "Dipasang dua orang-dua orang, pasang saja di situ (Jembatan PIK 2) pasang saja. Selama itu bendera merah putih, kita bisa pasang," ujar Ali.
Namun ketika pemasangan bendera itu di tempat umum dan terorganisir, oleh ormas misalnya, maka harus membuat perizinan ke polres setempat. Karena jika tidak, khawatir dapat diikuti oleh orang banyak.
Baca juga : Pendekar Pencak Silat Mati di Tangan 5 Pemuda, Ini Motifnya
Ali mengatakan, kalau izin sudah didapat, maka kegiatan pemasangan bendera di Jembatan PIK 2 boleh dilakukan. Asal kegiatannya tidak dilakukan beramai-ramai.
"Yang penting ada pemberitahuan dan jangan ramai-ramai. Enggak masalah, pasang bendera. Lagi merdeka kita nih," ujar Ali.