REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) meluncurkan Sistem Informasi Pengadaan Sekolah (SIPLah). Dengan adanya SIPLah, kini satuan pendidikan dapat melaksanakan proses pengadaan barang dan jasa (PBJ) daring dengan menggunakan sumber dana bantuan pemerintah secara fleksibel dan aman.
Mendikbudristek Nadiem Makarim mengaku, pembelanjaan dana BOS yang fleksibel sangat diperlukan apalagi di masa pandemi, akan tetapi banyak tantangan di dalam pelaksanaannya. Misalnya, kepala sekolah sering menjadi target intimidasi dari pihak-pihak tertentu yang memaksakan pembelian barang dan jasa dari mereka sehingga menyalahi aturan.
Contoh lainnya, kasus korupsi dana BOS masih sering terjadi. Sehingga upaya agar transparansi penggunaan dana BOS menjadi sangat penting. Pembelanjaan dana BOS secara pencatatan manual lebih rentan terhadap korupsi dan kolusi. Oleh sebab itu, sangat penting mendorong peningkatan transaksi secara elektronik supaya tercatat dan dengan mudah dipantau pihak-pihak yang berkepentingan.
Tahun 2019, Kemendikbud merilis SIPLah sebagai sistem elektronik untuk pembelanjaan dana BOS. SIPLah adalah sistem elektronik yang dapat digunakan sekolah untuk melaksanakan proses pengadaan barang dan jasa secara daring yang dananya bersumber dari dana BOS. "Hingga saat ini, jumlah sekolah pengguna SIPLah terus meningkat dan SIPLah telah melayani lebih dari satu juta transaksi pembelanjaan," kata Nadiem, dalam peluncuran SIPlah, Kamis (26/8).
Pada 2021, pemerintah pusat menyalurkan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) sebesar Rp 53,4 triliun ke lebih dari 216 ribu sekolah untuk membantu kebutuhan belanja operasional. Total anggaran BOS meningkat dari Rp 51,2 triliun di tahun 2019 menjadi Rp 53,4 triliun di tahun 2021.
"Dengan SIPlah sekolah membelanjakan dana BOS secara fleksibel sesuai kebutuhan sekolah, termasuk untuk melengkapi daftar periksa Pembelajaran Tatap Muka (PTM) Terbatas yang diatur di dalam SKB Empat Menteri," kata dia lagi.