REPUBLIKA.CO.ID, PALEMBANG -- Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan membentuk tim untuk merancang aturan hukum bagi pemilik lahan tidur yang terbakar di saat musim kemarau karena kejadian selalu berulang setiap tahun. Tim ini ditargetkan menuntaskan tugasnya paling lambat akhir 2021.
"Segera kami bentuk tim untuk membuat aturan tentang pengelolaan dan kepemilikan lahan yang tidak diproduktifkan ini," kata Gubernur Sumatera Selatan Herman Deru di Palembang, Ahad (29/8).
Aturan tersebut nanti akan menjelaskan mengenai hukuman pencabutan hak atas lahan tersebut. Sementara itu Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Provinsi Sumatera Selatan meminta pemerintah mengawasi lahan tak bertuan yang ditengarai kerap menjadi titik asal muasal terjadinya kebakaran.
Ketua Gapki Provinsi Sumatera Selatan Alex Sugiarto mengatakan pengawasan tersebut dapat dilakukan dengan membagi kawasan-kawasan yang rawan itu dalam beberapa zona. "Kami melihat lahan tak bertuan ini yang sering menjadi masalah. Api bisa bermula dari sana, kemudian tak tertanggulangi karena banyak faktor (cuaca) sehingga masuk ke areal perkebunan milik perusahaan," ucap Alex.
Bagi pengusaha sawit, kebakaran hutan dan lahan ini merupakan hal yang menakutkan karena menyebabkan kerugian secara finansial. Belum lagi, ia melanjutkan aturan hukum yang mengharuskan perusahaan bertanggung jawab penuh terhadap areal yang dikuasai.
Namun, saat ini sudah clear bahwa jika api berasal dari luar perusahaan perkebunan, maka tidak bisa secara serta merta menjerat perusahaan. “Penegakan hukum juga dilakukan secara berkeadilan,” ujar dia.
Akan tetapi, jika perusahaan tidak memenuhi standarisasi penyediaan sarana dan prasarana penanggulangan kebakaran hutan dan lahan, maka jerat hukum dapat berlaku. "Itulah kami selalu mengingatkan anggota untuk memenuhi ketentuan dari pemerintah itu, seperti keberadaan menara api, sekat kanal, hingga jumlah regu pemadamnya yang disesuaikan dengan luas lahan yang dikuasai," kata dia.