REPUBLIKA.CO.ID, SINGAPURA -- Pemerintah Singapura akhirnya mengizinkan perawat Muslimah mengenakan jilbab saat bertugas di layanan kesehatan publik.
Kementerian Kesehatan Singapura mengatakan, kebijakan yang direvisi akan berlaku untuk lebih dari 7.000 staf.
Dalam pidatonya pada Ahad (29/8) malam, Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong mengatakan mengizinkan perawat mengenakan jilbab telah menjadi “masalah utama” bagi umat Islam di Singapura.
“Mengenakan tudung menjadi semakin penting bagi komunitas Muslim. Ini mencerminkan kecenderungan umum dari religiositas yang lebih kuat dalam Islam, di seluruh dunia, di Asia Tenggara dan di Singapura,” ucap dia.
Bagi banyak perempuan Muslim, kata Lee, jilbab telah menjadi bagian penting dari iman mereka, dan ekspresi identitas yang dirasakan secara mendalam. Selama beberapa dekade, kata dia, jumlah perempuan Muslimah yang mengenakan jilbab di Singapura terus bertambah, baik di lingkungan sosial maupun tempat kerja.
Karena itu, mengizinkan perawat memakai jilbab menjadi pembicaraan utama di masyarakat. “Anak muda Singapura juga lebih menerima perbedaan ras dan agama sekarang,” ujar Lee.
Namun, kata Lee, di beberapa tempat di mana seragam diperlukan, Pemerintah tidak mengizinkannya untuk dipakai. Itu berlaku untuk seragam di sekolah, Singapore Armed Forces (SAF) dan Home Team, dan di rumah sakit umum.
“Umumnya umat Islam sudah memahami dan menerima sikap pemerintah terhadap tudung. Tapi mereka masih berharap bahwa seiring waktu, segalanya bisa berubah. Secara khusus, mengizinkan perawat mengenakan tudung telah menjadi isu utama bagi umat Islam di sini," kata Lee.