REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta berencana menyerap cabai petani di daerah ini agar harga komoditas itu tidak terlalu merosot di pasaran. Harga cabai rata-rata berada di kisaran Rp 11 ribu per kg.
"Untuk penyerapan kami baru koordinasi dengan pusat," kata Kepala Bidang Perdagangan Dalam Negeri Disperindag DIY Yanto Apriyanto di Yogyakarta, Kamis (2/9).
Yanto menuturkan harga cabai merah keriting di tingkat pedagang di DIY rata-rata berkisar Rp 11.333 per kg dari sebelumnya Rp 14 ribu per kg. Cabai rawit merah dihargai Rp 13 ribu per kg, cabai rawit hijau Rp 17 ribu per kg, dan cabai merah besar Rp15.000 per kg.
Sementara di tingkat petani, harga cabai keriting berkisar Rp 4.000 hingga Rp 5.000 per kg, dan cabai rawit Rp 8.000 sampai Rp 9.000 per kg.
Selain dipasok petani lokal di Bantul, Sleman, Kulon Progo, dan Gunung Kidul, Yanto mengakui pedagang di DIY masih mendapat pasokan dari distributor dari luar daerah.
Menurut dia, penyerapan cabai petani sebagai salah satu solusi mengatasi anjloknya harga komoditas itu tetap menunggu hasil koordinasi bersama pemerintah pusat karena penurunan harga terjadi secara nasional. "Karena harga cabai turunnya secara nasional kami menunggu hasil koordinasi," kata Yanto.
Untuk menjaga stabilitas harga cabai, ia juga mendorong para petani serta pedagang di DIY mampu melakukan diversifikasi produk cabai. "Seperti yang telah mereka terima berupa pelatihan pengolahan pasca panen yang diampu oleh dinas pertanian," kata dia.
Pengolahan produk pertanian seperti cabai maupun bawang merah, menurut dia, perlu dilakukan agar saat panen raya harganya tidak langsung jatuh.
Dosen Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada (UGM) Dr Taryono menilai para petani konvensional terlanjur terbiasa menjual produk segar sehingga untuk pengolahan menjadi cabai kering terkadang kurang memenuhi standar nasional Indonesia (SNI). Oleh sebab itu, menurut dia, idealnya perlu ada industri yang bersedia menampung produk cabai segar dan semi kering dari petani.
"Jadi, seperti kakao, berapapun persen kandungan air yang ada tetap diterima oleh pengepul nanti langsung dikeringkan, kemudian diproses lalu bisa disimpan. Bahkan, inipun bisa untuk ekspor juga," ujar Taryono.