Ahad 05 Sep 2021 12:57 WIB

LP Ma'arif PWNU: Revisi Syarat Penerima Dana Bos

Melalui dana BOS pemerintah membantu sekolah yang kehilangan banyak peserta didik.

Rep: Mabruroh/ Red: Agus Yulianto
Dana BOS (ilustrasi)
Dana BOS (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Republik Indonesia (Kemendikbudristek RI) Nadiem Makarim kekeh mempertahankan syarat sekolah penerima dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) adalah yang memiliki minimal 60 peserta didik dalam tiga tahun terakhir. Aturan ini tentu saja menuai kontroversi dan penolakan dari berbagai pihak.

Ketua LP Ma'arif PWNU DKI Jakarta, Sudarto, termasuk yang menolak aturan yang tertuang dalam Permendikbudristek nomor 6 Tahun 2021 Tentang Petunjuk Teknis Pengelolaan Dana Bantuan Operasional Sekolah Reguler. Menurutnya, aturan ini telah mencederai semangat pendidikan dan pengembangan pendidikan untuk masa yang akan datang.

Menurutnya, secara garis besar ruang lingkup Dana BOS Reguler sebagaimana dijelaskan dalam pasal 1 ayat 2 adalah Dana BOS dialokasikan untuk membantu kebutuhan belanja operasional seluruh peserta didik pada satuan pendidikan dasar dan menengah. Sehingga, ketentuan pasal 3 ayat 2 huruf d, tentang syarat sekolah Penerima Dana BOS Reguler yang mengharuskan memiliki jumlah Peserta Didik paling sedikit 60 Peserta Didik selama 3 tahun terakhir sangat jelas bertentangan dengan UUD 1945 pasal 31 ayat 1 dan ayat (2).

"Secara konstitusional peraturan tersebut dapat dibatalkan, disamping itu juga bertentangan dengan asas kepentingan umum, di mana seharusnya peraturan tersebut harus mengedepankan asas kepentingan umum yang mendahulukan kesejahteraan umum dan kemanfaatan umum dengan cara aspiratif, akomodatif dan tidak diskriminatif," jelasnya dalam siaran pers, Ahad (5/9).

Menurutnya, ketentuan dalam peraturan ini yang memunculkan pasal berupa syarat sekolah penerima Dana Bos dibuat dengan mekanisme yang tidak aspiratif, akomodatif dan diskriminatif. Secara prinsip asas penyelenggaran kepentingan itu menghendaki agar dalam setiap tindakan yang merupakan perwujudan dari penyelenggaraan tugas pokok kementerian selalu mengutamakan kepentingan umum dengan cara aspiratif, akomodatif dan tidak diskriminatif.  

Kemendikbudristek, lanjut dia, harusnya justru lebih memperhatikan lembaga pendidikan yang hanya memiliki jumlah peserta didik kurang dari 60 selama 3 tahun terakhir, untuk mendapatkan bantuan dana bos bukan justru dianulir. Melalui dana BOS tersebut, pemerintah dapat tetap hadir dan membantu sekolah-sekolah yang kehilangan banyak peserta didik.

"(Dana Bos) sebagai jelmaan bahwa pemerintah mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara memahami dan menampung harapan dan keinginan masyarakat secara cermat, dan tidak membatasi kepentingan pendidikan masyarakat yang telah dijamin oleh Konstitusi kita," terangnya 

Karena hakikatnya kepentingan umum atau kepentingan pendidikan masyarakat adalah kepentingan nasional yang berlandaskan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Kesejahteraan umum mengandung makna bahwa kegiatan pembangunan pendidikan dan hasilnya yang bersumber dari dana Bos adalah untuk meningkatkan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. 

"Dalam kontek ini kebijakan yang dibuat adalah untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan pendidikan, bukan membatasi dan mendiskriminasi tumbuhnya lembaga pendidikan," kata Sudarto.

Dengan demikian maka seharusnya Kemendikbudristek melakukan revisi terhadap Permedikbudristek Nomor 6 Tahun 2021 Tentang Petunjuk Teknis Pengelolaan Dana Bantuan Operasional Sekolah Reguler, agar tidak terjadi pertentangan semangat pendidikan yang diatur didalam UUD 1945 dengan Permedikbudristek yang secara nyata dan jelas telah menimbulkan perlakuan diskrikiminasi terhadap lembaga pendidikan, untuk melakukan revisi agar mengedepankan kepentingan umum dengan cara aspiratif, akomodatif dan tidak diskriminatif. 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement