Kamis 09 Sep 2021 14:59 WIB

Kejakgung Tahan Dua Tersangka Korupsi Gas Bumi Palembang

Dugaan kerugian negara karena kasus tersebut mencapai ratusan miliaran rupiah.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Ilham Tirta
Petugas menggiring tersangka CISS untuk dilakukan penahanan di Kejaksaan Agung, Kamis (9/9).
Foto: Dok. Puspenkum Kejakgung
Petugas menggiring tersangka CISS untuk dilakukan penahanan di Kejaksaan Agung, Kamis (9/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kejaksaan Agung (Kejakgung) resmi melakukan penahanan terhadap dua tersangka kasus dugaan korupsi pembelian gas bumi Perusahaan Daerah Pertambangan dan Energi (PDPDE) Sumatera Selatan (Sumsel). Dua tersangka tersebut adalah Caca Isa Saleh S (CISS) dan A Yaniarsyah Hasan (AYH).

Keduanya ditahan setelah Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), menetap mereka sebagai tersangka pada Rabu (8/9). Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejakgung, Leonard Ebenezer Simanjuntak menjelaskan, CISS ditetapkan sebagai tersangka selaku direktur utama (Dirut) PDPDE 2008.

Adapun AYH ditetapkan tersangka selaku direktur PT Dika Karya Lintas Nusa (DKLN) 2009. “Keduanya dilakukan penahanan di Rumah Tahanan (Rutan) Negara Salemba, cabang Kejaksaan Agung,” ujar Ebenezer, dalam keterangan resmi, Kamis (9/9).

Ebenezer menerangkan, kasus korupsi pembelian gas bumi ini berawal dari 2010. Bermula dari pemberian alokasi pembelian gas bumi bagian negara oleh PT Pertamina, Talisman Ltd, Pasific Oil and Gas Ltd, Jambi Merang (JOB Jambi Merang). Pemprov Sumsel mendapatkan ‘jatah’ pemberian 15 MMSCFD atau million standart cubic feet per day.

“Pemberian tersebut berdasarkan keputusan kepala Badan Pengelola Minyak dan Gas (BP Migas) atas permintaan gubernur Sumatera Selatan,” kata Ebenezer.

Dari keputusan BP Migas tersebut, yang ditunjuk sebagai pembeli gas bumi bagian negara adalah Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), yakni PDPDE Sumsel. Akan tetapi, PDPDE dikatakan saat itu belum punya pengalaman teknis, maupun pendanaan.

Kondisi itu membawa keputusan lanjutan dengan menggaet pihak swasta dan PT DKLN sebagai mitra kongsi. Kongsi bisnis tersebut berujung pada pembentukan badan hukum baru, yakni PT PDPDE Gas.

Perusahaan kongsi tersebut memberikan hak kepemilikan saham kepada PDPDE Sumsel sebesar 15 persen. Sedangkan DKLN sebesar 85 persen. Komposisi kepemilikan moyoritas tersebut yang membuat AYH berhak juga atas jabatan Dirut PDPDE Gas.

Dari peristiwa tersebut, menurut kejaksaan, negara dirugikan sepanjang 2010 sampai 2019. “Bahwa akibat dari penyimpangan tersebut telah mengakibatkan kerugian keuangan negara,” kata Ebenezer.

Menurut penghitungan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), kata Ebenezer, ada dua sumber kerugian negara dalam PDPDE Gas. Pertama merugi senilai 30,19 juta dolar AS, atau setara Rp 427 miliar sepanjang 2010-2019 perjalanan kongsi bisnis dalam PDPDE Sumsel dan DKLN tersebut.

“Kerugian tersebut berasal dari hasil penerimaan penjualan gas, dikurangi biaya operasional selama kurun waktu 2010-2019 yang seharusnya diterima oleh PDPDE Sumsel,” ujar Ebenezer.

Nilai kerugian kedua, senilai 63,75 ribu atau setara Rp 909 juta, dan Rp 2,1 miliar. “Kerugian negara tersebut merupakan setoran modal yang seharusnya tidak dibayarkan oleh PDPDE Sumsel kepada PT DKLN,” begitu sambung Ebenezer.

Atas dugaan korupsi tersebut penyidik menetapkan CISS dan AYH sebagai tersangka yang dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU 31/1999-20/2001 tentang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), dan Pasal 3 UU Tipikor.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement