REPUBLIKA.CO.ID, SARILAMAK— Pemuda penyandang disabilitas netra asal Lareh Sago Halaban, Kabupaten Limapuluh Kota, Sumatra Barat, Akhlaqul Imam (19), hingga saat ini sudah mendirikan enam pondok tahfiz yang tersebar di beberapa lokasi di daerah tersebut.
Imam di Sarilamak, Sabtu (11/9), mengatakan bahwa gangguan mata yang dialaminya adalah low vision atau gangguan penglihatan, tetapi masih memiliki sisa penglihatan dan dapat melakukan kegiatan sehari-hari dengan alat bantu.
"Saya sudah mulai diarahkan keluarga untuk belajar Alquran semenjak duduk di bangku sekolah dasar (SD). Walaupun saat SD itu saya belum mendapati wadah yang baik untuk belajar menghafal, sehingga baru bisa belajar menghafal sendiri di rumah," ujar Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Gadjah Mada itu.
Dia mengatakan baru mulai belajar secara terstruktur untuk menghafal Alquran di penghujung kelas VII SMP atau 2015, yakni di Pondok Tahfiz Raudhatul Quran.
Pada 2018 dia telah memiliki hafalan hampir 20 juz Al Quran."Pada 2018 itu geliat tahfiz di Kota Payakumbuh sudah luar biasa. Tapi kegiatan Tahfiz di tempat tinggal saya di Lareh Sago Halaban ini belum semarak. Kalaupun ada itu tidak banyak," ungkapnya.
Menurut remaja yang saat ini masih menerima beasiswa khusus dari Kementerian Kominfo, di Kecamatan Lareh Sago Halaban ini belum banyak tempat tahfiz dan tidak sebanyak di Kota Payakumbuh.
"Kalau tidak salah baru ada dua atau tiga tempat Tahfidz di sini, berangkat dari sini dan karena hafalan yang sudah 20 juz saya berdiskusi dengan keluarga, ustadz, dan tokoh masyarakat di sini untuk mendirikan Pondok Tahfidz Istiqamah tepatnya 12 Juli 2018," katanya.
Anak dari pasangan Yasril dan Erlis Idris ini mengungkapkan bahwa pada awal berdirinya pondok tahfidz ini, jumlah santri atau anak yang ikut sekitar 30 sampai 40 orang dan masih berjalan hingga saat ini.
"Pada 2019 baru kami kembangkan ke Pondok Tahfidz Al-Ikhlas, pada 2020 Pondok Tahfiz Nurul Akbar, 2021 awal kita buka Pondok Tahfiz Al Muttaqin dan seusai Ramadhan mendirikan Pondok Tahfiz Al Mutaqaddimin," ujar remaja kelahiran Bukittinggi, 23 Desember 2001 tersebut.
Dia mengatakan kelima pondok Tahfiz tersebut berkegiatan di masjid. Selain di lima Masjid tersebut, dia juga melaksanakan aktivitasnya untuk mengajar tahfiz di kediamannya.
"Kalau yang di rumah ini kita beri nama Raudhatul Ilmi yang konsepnya itu berbentuk privat yang muncul karena keinginan dari para peserta di pondok tahfiz untuk menambah waktu menghafalnya sebab pelaksanaan di Masjid hanya dua kali dalam sepekan," ujarnya.
Dia mengatakan aktivitasnya di Pondok Tahfiz masih berjalan seperti biasa meskipun juga sedang menjalani perkuliahan di UGM, sebab saat ini perkuliahan masih dilaksanakan secara daring."Kalaupun kuliah sudah tatap muka, Insya Allah Pondok Tahfidz tetap dapat berjalan seperti biasa karena kami sudah menyiapkan regenerasi," katanya.
Ke depannya, Imam memimpikan untuk dapat terus mengembangkan dan menjalankan pondok tahfiz didirikannya itu. Selain itu dia juga ingin mendirikan pesantren.