REPUBLIKA.CO.ID, PALEMBANG -- Jumlah titik api penyebab terjadinya kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) di Sumatra Selatan terus berkurang selama tiga tahun terahir ini.
Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumatra Selatan Iriansyah mengatakan per Agustus 2019 ia mencatat sebanyak 1.308 titik api. Pada bulan yang sama tahun 2020 tercatat 1.121 titik api.
"Sejauh ini dalam tahun 2021 titik api (hotspot) ada 396. Jumlah itu berkurang dibandingkan dua tahun lalu," kata dia, Senin (13/9).
Jumlah penyebaran titik api itu didapat dari hasil evaluasi bersama satuan tugas (Satgas) Karhutla terhadap 10 kabupaten/kota di provinsi ini yang ditetapkan darurat karhutla. Tersebar di Kabupaten Ogan Ilir, Musi Banyuasin, Ogan Komering Ilir, Banyuasin, Muara Enim, Penukal Abab Lematang Ilir (PALI), Musi Rawas, Musi Rawas Utara, Ogan Komering Ulu (OKU), dan OKU Timur.
"Meskipun sudah berkurang, kondisi ini tetap waspada dan satgas gabungan karhutla masih disiagakan," ujarnya.
Terjadinya peralihan dari musim kering ke musim penghujan yang terjadi pada September-Oktober menjadi faktor yang mendasari pengurangan titik api tersebut. Kepala Stasiun Klimatologi kelas I Palembang Wandayantolis mengatakan musim peralihan cuaca menjadikan Sumatra Selatan terbagi menjadi dua wilayah yang mengalami kondisi berbeda.
Untuk daerah yang berada di Sumatra Selatan bagian barat seperti Muara Enim, Lahat, Penukal Abab Lematang Ilir, Empat Lawang, Musi Rawas, Linggau dan Musi Rawas Utara sudah mengalami peningkatan intensitas curah hutan sehingga lahan-lahan menjadi basah. Kabupaten/kota lain yang diwilayah Sumatra Selatan bagian tengah dan timur diantaranya Musi Banyuasin, Banyuasin, Ogan Ilir intensitas hujannya masih rendah sehingga kondisi lahan-lahan masih kering.
"Masih peralihan sehingga potensi timbul titik api masih ada dalam dua bulan ke depan, potensi hotspot masih bisa muncul," ujarnya